Page 42 - MAJALAH 100
P. 42
LEGISLASI
Kenapa tidak bisa? saja belum nyampe 30 persen, wong anggarannya
tidak sampai 5 persen dari anggaran Kemenkes
Kita pernah kunker bebas pasung ke NTB di Lombok. keseluruhan. Artinya kalau ada dalam definisi harusnya
Kita temukan anak 14 tahun dipasung, waktu jadi perhatian. OK-lah 8 provinsi tidak ada RSJ, wong
dibebaskan ibunya nangis bombay bukannya senang. kalau ada RSJ di setiap provinsi belum tentu aksesnya
Kebetulan Direktur Rumah Sakit Jiwa juga datang gampang karena wilayah kitakan luas, kalaupun harus
dengan ambulannya langsung dibawa ke rumah sakit. ada itu sebagai rujukan. Itu puncaknya pelayanan
Kita tidak bisa tanyakan dalam kondisi itu kenapa kesehatan jiwa itu, masih ada puskesmas, masih ada
ibu nangis, tapi kita harus memunculkan berbagai peran serta masyarakat, itu harus diramu. Di italia
asumsi, mungkin dia sebenarnya nggak suka, mungkin misalnya ada pelayanan berbasis komunitas.
beban kalau di rumah sakit, menemani, biaya. Waktu
itu setelah dibebaskan biaya dirawat, sekarang yang SDM untuk mendukung UU Keswa sudah siap?
dipasung itu sembuh dan bisa bekerja.
Bisa saja kalau Kemenkes mau, pasti bisa. Kalau
dinaikkan direktorat menjadi dirjen boleh lah tapi yang
pasti tidak perlu membentuk badan baru. Koordinasi
dengan menteri sosial juga harus dioptimalkan. Ujung
tombaknya tetap puskesmas untuk memberikan tugas
itu pada puskesmas itu tetap Kementrian Kesehatan.
Jadi SDM-nya itu dibawah. Tidak perlu harus ada
dokter khusus keswa di Puskesmas, bisa psikolog
disana, bisa dokter umum yang dilatih tentang
pengetahuan dasar kejiwaan, karena ujungnya nanti
tetap ada rujukan. Sama seperti penyakit lain kalau
tidak bisa sembuh di Puskesmas, dirujuk ke RSUD, ke
RSUP.
Targetnya jangan ada yang dipasung lagi?
Salah satunya iya, jenjang penanganannya kita
tetapkan dan harus jelas. Sekarang kalau ada kasus
keswa dilaporkan ke puskesmas mereka juga bingung.
Jadi perlu pelatihan bagi para dokter Puskesmas
termasuk para perawatnya yang mengerti dasar-
dasar diaknosis kesehatan jiwa. Itu tidak sulit dari
pada membiayai crass program, mendidik dokter jiwa
berapa tahun lagi selesai.
Pemahaman dan peran masyarakat penting ya? Pendidikannya nanti seperti apa?
Dalam kunjungan kerja ke Solo, Jateng kita Training itu bisa fokus pada hal dasar, paham
menemukan Griya PMI Solo satu-satunya PMI di tentang deteksi dini gangguan jiwa, kriteria dasar
Indonesia yang menampung gelandang psikotik gangguan jiwa, perlu juga dilatih penanganan
maksudnya dengan gangguan jiwa. Bukan karena di gangguan jiwa pada saat kondisi bencana. Yang
Solo banyak orang gila, tapi dia mengimpor banyak penting sebenarnya membangun sistem, bagaimana
dari daerah lain Jawa Timur, Madura, ada 200an membangun koordinasi pusat dan daerah, sistem
dia tampung. Semua dengan dukungan termasuk penanganan apabila terjadi bencana alam.
anggaran dari masyarakat, bukan negara.
Dalam RUU ada aturan tentang punishment?
Sementara belum semua provinsi punya RSJ ya?
Pada bagian terakhir itu kita atur dan akan jadi
Pemerintah bukan tidak paham si tapi tidak perdebatan. Kalau misalnya kesalahannya ada pada
menjadikan prioritas. Difinisi kesehatan sebenarnya pihak keluarga, misalnya memasung seperti apa
paling gampang itu ada dalam UU Kesehatan, jelas sanksinya, teguruan atau apa. Itu benar-benar harus
disana pemerintah tingal merujuk kesana. Jadi dikonsultasikan Komisi IX dengan para ahli hukum,
kesehatan itu adalah fisik, mental, spritual, sosial karena isu ini akan sensitif. Bisa jadi itu terkait
bahkan. Bagaimana kementrian kesehatan seharusnya kepercayaan. Suku tertentu di tanah air kita memang
mengolahnya jadi persentasi kerja. OK-lah kesehatan ada yang punya kepercayaan tertentu, dinamisme,
fisik 70 persen, 30 kesehatan mental. Sekarang animisme kita kan masih sangat kuat.
42 PARLEMENTARIA EDISI 100 TH. XLIII, 2013