Page 62 - MAJALAH 122
P. 62
SOROTAN
jelas mantan Kepala Pusat Pencegahan BNN ini. Menanggapi Undang-undang No 35 Tahun
2009 tentang Narkotika apakah masih memadai
Terkait dengan rehabilitasi, bisa melalui konseling- memerangi gencarnya peredaran narkoba, Anang
konseling. Artinya keluarga yang punya anak atau menilai UU ini sangat up to date. UU ini disusun
salah satu keluarganya menjadi penyalahguna berdasarkan adopsi dari dua konvensi, yaitu konvensi
narkoba, keluarganya bisa berperan sebagai konselor 1961 dan konvensi 1988 yang sudah diadopsi oleh
atau direhabilitasi dengan rawat jalan. Pemerintah.
Untuk itu dia berpesan, masyarakat jangan cuek “Kalau saya bilang sangat seksi, mengikuti
terhadap keluarganya yang menjadi penyalahguna perkembangan jaman. Cuma masalahnya, masya-
narkoba. Masyarakat jangan merasa ini sebagai rakat belum memahami karena konstitusi masih
aib, kalau aib tidak dibawa ke tempat rehabilitasi, dianggap rancu,” imbuhnya.
sehingga mereka akan mengonsumsi terus
selama dia menjalani kehidupannya. Menurutnya, UU ini tidak dipahami
“Jadi keluarga jangan cuek, jangan masyarakat karena, konstruksinya
dianggap ini aib, jangan dianggap “sangat” berbeda dengan UU yang
ini anak nakal tetapi, mereka lainnya. Penyalahguna narkoba
adalah orang sakit yang perlu diancam dengan pidana,
dipulihkan kembali. Supaya namun juga diberi alternatif
dia bisa sembuh menjalani untuk rehabilitasi, dan ini
kehidupan normal kembali,” tidak terjadi di UU lain.
ucapnya lagi.
“Kalau diberi hukuman
D a l am p e n g am a t a n pasal 127, hakim dapat
BNN, t amba h pejabat memutuskan rehabilitasi,
yang pernah menduduki baik salah maupun tidak
Direktur Advokasi BNN salah. Bayangkan orang tidak
ini, Indonesia telah menjadi terbukti bersalah ditetapkan
sasaran jaringan internasional untuk rehabilitasi, tidak ada di
karena prevalensinya paling undang-undang lain. Undang-
tinggi di ASEAN. Pada dasawarsa undang ini bisa menjamin upaya
yang lalu tidak menekan, se- rehabilitasi medis bagi penyalahguna
hingga sekarang semakin mening- dan pecandu. Itu kewenangan hakim,
k at , d a n pu nc a k nya t er jad i kami tidak ikut-ikutan. Oleh karena
t a hu n i n i . S ement a r a nega r a t et a n g ga itu saya bilang, UU Narkotika ini sangat seksi, hanya
seper ti Malaysia sejak tahun 90-an menekan melalui implementasinya yang belum terpahami dengan
rehabilitasi sebanyak-banyaknya, dimana pada baik,” jelasnya.
tahun-tahun itu mereka bekerja keras untuk bisa
merehabilitasi penyalahgunaan narkoba, sehingga Masih adanya polemik hukuman mati, Anang
sekarang angka mereka sudah menurun. mengatakan, hukuman mati dimaksudkan
untuk menimbulkan efek jera. Dengan catatan,
“Kita tidak melakukan itu, akibatnya naik terus se- jika dilakukan secara continue. Kalau sekarang
jak sepuluh tahun yang lalu. Makanya sekarang melakukan, lima tahun lagi baru melakukan tidak
membangun lompatan kebijakan pemerintah. Tahun ada efeknya. Selain itu, harus secara profesional
ini harus merehabilitasi 100 ribu penyalahguna. dilaksanakan oleh penegak hukum, jangan hanya
Tahun depan mungkin dua kali atau empat kali dari yang penyalahguna dihukum keras, tapi malah
pada itu,” tambah Anang. pengedarnya direhabilitasi, makanya dibutuhkan
profesionalisme dalam UU Narkotika.
Masalah rehabilitasi, bukan hanya masalah BNN
saja tetapi juga masalah Kementerian Kesehatan, “Kita menerapkan hukuman mati kepada pengedar
Kementerian Sosial, dan juga masyarakat. Itu narkoba bersama sekitar 70 negara yang masih
sebabnya kita bersama-sama menyelesaikan mencantumkan hukuman mati dalam UU-nya.
masalah ini, pada tahun 2016 mendatang akan Penerapan hukuman mati harus dilakukan secara
banyak melibatkan masyarakat. continue. Kenapa Amerika, Arab Saudi dan Singapura
62 PARLEMENTARIA EDISI 122 TH. XLV, 2015