Page 59 - MAJALAH 149
P. 59
peringatan kepada mall-mall tidak
boleh jual bajakan,” ungkap produser
kelahiran 29 November 1971 itu.
Saat ini masalah dalam pembajakan
tidak lagi pembajakan secara fisik saja,
tetapi pembajakan digital, seperti film-
film yang tayang di berbagai website
yang dapat dengan mudah diakses dan
diunduh oleh masyarakat kapanpun
dan di manapun. Sementara,
instrumen untuk menangkap
pembajak digital itu jauh lebih sulit.
“Contohnya kayak berdasarkan
Undang-Undang Hak Cipta
itu kan, pembajakan digital
merupakan delik aduan. Kalau
fisik, delik aduan mungkin bisa
lebih gampang cari orangnya,
cari bukti, kwitansi. Digital kita
mau cari di mana? Dunia maya
itu kan udah kayak alam rimba yang
tidak bisa dipegang. Misalnya website
ada namanya, belum tentu namanya sementara produksi film lokalnya meminimalisir terjadinya pembajakan
dia,” jelas produser film Banda yang banyak, hingga masalah pembajakan. digital.
akan tayang awal Agustus mendatang. Terlebih lagi di Indonesia, industri film Lala mengakui memang sulit
Lala sendiri sudah berhasil masih terbilang kecil jika dibandingkan untuk memberantas pembajakan. Para
memproduseri tiga film layar lebar dengan negara-negara lain, seperti film maker memang membutuhkan
Indonesia, yaitu Pintu Terlarang Amerika, India, atau Korea Selatan. dukungan dari pemerintah, baik dari
(2009), Modus Anomali (2012), dan “Sebenarnya sih bukan hanya dari segi infrastruktur maupun regulasi.
Tabula Rasa (2014). pemerintah, tapi satu industri kan Akan tetapi, yang paling penting yaitu
Saat ini, Lala sedang menggarap bisa maju kalau kerjasamanya saling memberikan pendidikan budi pekerti
dua proyek film, yaitu film dokumenter mendukung dari semua stakeholders,” sejak usia dini. Melalui pendidikan
‘Banda The Dark Forgotten Trail’ jelas Dewan Penasehat Asosiasi tersebut kita dapat memberikan
dan film nasional ‘Wiro Sableng 212’. Produser Film Indonesia (Aprofi) ini. pemahaman pada generasi muda bahwa
“Uniknya, di Wiro Sableng ini, saya Pembajakan film digital yang membajak sama dengan merampas
berhasil mendapat kerjasama dari Fox terjadi di Indonesia tentu saja dapat hak orang lain. Karena masih ada
International Production, 21th century merugikan beberapa pihak, terutama masyarakat yang menonton film-film
fox dari Amerika dan ini merupakan film makers. Terlihat dari regulasi yang bajakan, tetapi tidak tahu bahwa itu
kerjasama co-production pertama tercantum dalam Undang-Undang ilegal.
untuk Fox di Asia Tenggara,” ungkap Republik Indonesia Nomor 28 Tahun “Dengan pendidikan budi pekerti,
Lala saat ditemui di Production House 2014 Tentang Hak Cipta, masih kita dapat belajar untuk menghargai
Lifelike Pictures miliknya. kurang mengakomodir kebutuhan hasil karya orang lain,” ungkap kakak
Lala juga mengakui bahwa film perlindungan hukum terhadap dari Marsha Timothy tersebut. n(LA,mp)
merupakan industri yang sangat keras, produk-produk hasil teknologi digital.
dalam arti tantangan yang dihadapi luar Untuk itu, sebaiknya Undang-Undang
biasa. Mulai dari masalah pencarian tersebut dapat dikaji lebih lanjut dan
dana, pengembangan bakat-bakat diperhatikan lagi oleh DPR, sebagai
SDM, keterbatasan distribusi film upaya pencegahan atau setidaknya
Edisi : 149 TH. XLVII 2017 n PARLEMENTARIA | 59