Page 51 - MAJALAH 162
P. 51
SOROTAN
pemanggilan paksa harus diluruskan.
Tidak benar anggapan bahwa DPR
ingin berkuasa dan menjadi diktator,
melainkan hanya ingin memudahkan
kerja DPR dalam menjalankan
fungsi pengawasan terutama dalam
mengawasi jalannya pemerintahan.
Namun, setelah sejumlah
masyarakat mengajukan uji materi ke
MK dan hal tersebut dikabulkan, maka
secara tidak langsung masyarakat
mengurangi kewenangan terhadap
DPR untuk melakukan pengawasan.
Fungsi Pengawasan tidak akan
berjalan, termasuk bila presiden
atau menteri melakukan tindakan
kejahatan jabatan, DPR tidak akan
bisa mengambil keputusan tanpa
melakukan penyelidikan. Karena
memanggil pejabat yang diduga
bersalah tanpa ada alat paksaan, FOTO : ENO/IW
pejabat tersebut diragukan untuk hadir.
Pasal kedua UU MD3 yang
dibatalkan oleh MK Pasal 122 huruf Ketua DPR RI Bambang Soesatyo
i terkait kewenangan DPR dalam keterangan kepada anggota DPR dikriminalisasi dengan segala cara dan
mempidanakan warga. Adapun bunyi sehubungan dengan terjadinya tindak segala macam kasus. Tapi kalau tak ada
Pasal 122 huruf i adalah “mengambil pidana yang tidak sehubungan dengan yang melindungi, seperti hak imunitas,
langkah hukum dan/atau langkah pelaksanaan tugas sebagaimana maka akan semakin jarang yang
lain terhadap orang perseorangan, dimaksud dalam Pasal 224 harus bersuara keras.
kelompok orang, atau badan hukum mendapatkan persetujuan tertulis Bamsoet sendiri mengakui bahwa
yang merendahkan kehormatan DPR dari presiden setelah mendapat sebenarnya keberadaan beberapa
dan anggota DPR”. pertimbangan dari Mahkamah pasal yang dibatalkan itu bersifat
Pasal 122 huruf i ini menimbulkan Kehormatan Dewan.” penting. Maka dari itu, ia menyatakan
pendapat kontra akibat tafsir yang MK berpendapat pemeriksaan sedang berpikir untuk mencari siasat
berbeda. DPR dianggap mau membuat terhadap anggota DPR cukup lain dalam hal menunjang tugas DPR
sebagai lembaga super dan dituduh mendapatkan izin presiden, tanpa ke depannya. Ia akan menggunakan
hendak mengkriminalisasi siapa saja harus melalui pertimbangan dari cara-cara yang elegan agar keinginan
yang mengkritiknya. Padahal, dalam MKD. Untuk itu MK merevisi pasal rakyat untuk meminta penjelasan
pasal tersebut tidak ada sama sekali ini dengan menghilangkan kalimat pada pemerintah melalui DPR bisa
mengatur pemidanaan dengan “setelah mendapat pertimbangan dilaksanakan.
ancaman hukuman, sehingga tak dari Mahkamah Kehormatan Dewan”. “Justru apakah nanti melalui
tepat bila dianggap sebagai upaya Dengan pertimbangan, tidak ada presiden, menyurati presiden agar
kriminalisasi dari DPR. relevansi dan tidak tepat bila nanti menteri-menterinya mau
Namun, MK tetap membatalkan MKD dilibatkan dalam memberi hadir dan tidak mangkir. Karena ada
pasal ini karena dianggap bertentangan pertimbangan terhadap anggota DPR beberapa case (kasus) baik dalam
dengan UUD 1945 serta tidak yang hendak diperiksa. pembahasan UU maupun dalam
mempunyai kekuatan hukum yang DPR sendiri ingin ada objektivitas pengawasan itu para menteri dan
mengikat. MK berpendapat, bila MKD kepada penegak hukum dalam pejabat negara itu sulit dihadirkan. Kita
dapat mengambil langkah hukum penanganan kasus. Dalam hal ini, ambil contoh misalnya UU Karantina
terhadap orang perorangan yang dinilai DPR ingin MKD dapat memberi Kesehatan. Sampai saat ini kita belum
merendahkan martabat DPR, maka hal pertimbangan kepada presiden berhasil untuk menghadirkan Dirjennya
itu tidak lagi sejalan dengan kedudukan sebelum diberikan izin untuk dengan berbagai alasan. Nah, kami
MKD. Yang mana menurut MK, MKD pemeriksaan anggota dewan. tidak lagi memiliki alat paksa, sehingga
merupakan lembaga penegak etik Pasal 254 itu sendiri dibuat karena kami harus melobi menteri maupun
terhadap anggota DPR. untuk membangun DPR sebagai sampai ke presiden. Jadi itulah
Pasal ketiga yang direvisi oleh MK lembaga pengawasan pemerintah hambatan-hambatan kerja yang kami
yaitu pasal 245 ayat (1) terkait imunitas yang murni. DPR ingin agar siapa hadapi dan yang melatarbelakangi
anggota dewan. Pasal tersebut pun anggota dewan yang bersuara kenapa pemanggilan paksa itu penting,”
berbunyi “Pemanggilan dan permintaan keras demi kepentingan rakyat tidak pungkas Bamsoet. ES/SC
162 XLVIII 2018 PARLEMENTARIA 51

