Page 35 - MAJALAH 169
P. 35
PROFIL
Dihukum “Saya berpikir suatu saat saya dan memang hanya 60 lah kemampuan
Membersihkan Septictank sepupu-sepupu saya akan gantian yang dihasilkan oleh santri tersebut.
Lahir dan tinggal di lingkungan mengurus pesantren keluarga kami, Kamar dan tempat tidur Ninik pun tidak
Pondok Pesantren Darussalam, tapi bagaimana bisa kalau saya tidak berbeda dengan santri lainnya. Malah ia
Blokagung, Banyuwangi yang notabene punya pengalaman menjadi santri. sempat mendapat kamar di depan tempat
merupakan pondok pesantren yang Di rumah meski juga pondok pesantren, sampah. Tidak hanya itu, suatu ketika
cukup besar di daerah tersebut, menjadi tapi tidur di rumah, cuci baju, masak, Ninik juga sempat mendapat hukuman
nilai tambah tersendiri bagi Ninik, begitu semua ada yang bantuin, jadi saya dengan cara membersihkan septictank
Nihayatul Wafiroh biasa disapa. Betapa berpikir itu namanya bukan nyantri. Jadi karena tidak ikut sholat berjamaah.
tidak, selain sudah terbiasa dengan saya berpikir harus keluar rumah, dalam “Jadi saat itu, kamar saya terkenal
berbagai ajaran dan pelajaran agama arti benar-benar menjadi santri yang sebagai kamar anak-anak nakal. Kami
Islam yang sudah didapatnya sejak semuanya saya kerjakan sendiri. Akhirnya digembleng untuk selalu bertanggung
masih dalam kandungan, hidup di dalam dengan ijin kedua orangtua dan keluarga jawab atas apa yang telah kita lakukan.
lingkungan pesantren juga membuatnya saya, lulus dari MTs saya mondok di Termasuk ketika kami satu kamar tidak
terbiasa dengan berbagai rutinitas santri Pesantren Al Amiryyah, Banyuwangi. ikut sholat berjamaah. Kami dihukum
lainnya, seperti bangun tengah malam, Tepatnya ketika saya duduk di Madrasah membersihkan septictank. Gak peduli saya
mencuci dan memasak sendiri. Aliyah (MA, setingkat SMA) dimana anak siapa, cucu siapa, hukuman ya tetap
Namun mengingat ia terlahir sebagai pelajarannya 70 persen tentang agama, harus dijalankan. Belakangan orangtua
cucu seorang pendiri pondok pesantren dan 30 persen pelajaran umum seperti saya ceritakan malah ketawa-ketawa saja.
tersebut yang tidak lain adalah kyai matematika dan sebagainya. Disitulah Itu malah semakin mendidik kami untuk
pondok pesantren tersebut, maka rutinitas saya baru betul-betul merasakan mondok hidup disiplin dan bertanggung jawab atas
yang biasa dilakuan para santri itu tidak dan menjadi seorang santri,”papar Ninik. perbuatan kita sendiri,” kisahnya diiringi
ia lakukan. Betapa tidak, jika para santri Selain harus melakukan segala tawa,
mencuci baju dan masak sendiri, tidak sesuatunya sendiri, lanjut Ninik, di Pondok
demikian dengan Ninik. Ia terbebas dari Pesantren yang tak lain milik Bulek
berbagai kegiatan tersebut. (tante) nya Gus Dur itu memperlakukan Pernikahan Dini
Tak berlebihan jika saat itu Ninik merasa santrinya tidak pernah memandang latar Budaya perjodohan yang masih
belum menjadi seorang santri secara utuh. belakang keluarga para santri. Semua kental di keluarga pesantren membuat
Sadar akan hal itu, Ninik pun minta ijin penilaian yang diberikan tergantung pada Ninik selepas lulus MA urung untuk
kepada kedua orangtuanya untuk nyantri diri masing-masing santri. Misalnya saat langsung melanjutkan kuliah. Keluarga
di pesantren lain. pelajaran ia mendapat nilai 60 ya artinya menerima pinangan Aslam Sa’ad untuk
FOTO: AYU/JK
EDISI 169 TH. 2019 PARLEMENTARIA 35

