Page 73 - MAJALAH 99
P. 73
“Wawasan politik berasal dari komposisi
berpikir masyarakat tertentu. Kalau saya tidak
sadar politik, tidak sadar bahwa masyarakat itu
terbangun dari sosial ekonomi politik budaya,
tidak mungkin saya menguasai ilmu politik.
Pengalaman lah yang menempa” ungkap aktor
bernama lengkap Slamet Rahardjo Djarot.
Memang tidak perlu ditanya lagi pengalaman
tokoh legendaris ini. Di dunia perfilman Indonesia,
pria kelahiran tahun 1949 ini menjelma menjadi
salah satu pionir film Indonesia. Tak ada gosip
menghebohkan yang pernah menderanya, tak
ada pula warisan darah akting dari orangtua.
“Bapak saya tentara, ibu saya ibu rumah
tangga biasa tapi dia hobi melukis, tidak ada
pemain di rumah kami. Bahkan niat saya semula
masuk Akabri. Saya sudah mendaftar tapi
enggak diterima,” Jalan berkesenian terbuka
saat pria yang waktu kecil dipanggil Memet ini
memutuskan kuliah di Akademi Film Indonesia
tahun 1968. Satu tahun berlalu, Slamet bertemu
dengan Usmar Ismail, Teguh Karya, Sjuman Djaya
dan kawan-kawan.
Ditemui di sela acara press screening film
Gending Sriwijaya yang bercerita tentang
polemik sebuah kerajaan di Palembang, Slamet
mengutarakan kebanggaannya akan Indonesia
yang beragam budayanya. “Kesulitan jadi aktor sama perbaiki. Rakyat perbaiki, parlemen perbaiki,
Indonesia kita punya 100-200 ethnical group. pemerintah perbaiki, yudikatif perbaiki, saya kira
Dan kita kalau mainin orang Ternate kan kita kita semua ini bagusnya melakukan bersama-
harus bergaya Ternate, berbahasa Ternate. Saya sama” imbuhnya.
kan lidah Jawa dan untuk bisa belajar dialek Menurutnya demokrasi yang berazaskan dari
bahasa daerah lain merupakan tantangan yang oleh dan untuk rakyat ini memerlukan banyak
membanggakan,” ungkapnya. pembelajaran dan kesatuan sistem. Parlemen
Slamet mengingatkan bahwa banyak hal yang merupakan kumpulan para politisi wakil
membanggakan yang dilupakan bangsa rakyat sangat diharapkan dapat menyalurkan
Indonesia. Demikian dengan dunia politik aspirasi mereka.
Indonesia. “Sekarang kita sedang belajar “Bila sekarang banyak catatan-catatan bahwa
bernegara, belajar berdemokrasi, belajar menjadi masih banyak teman-teman di parlemen yang
anggota parlemen, belajar jadi rakyat. Jangan belum sesuai harapan masyarakat ya harus
seperti diberi motor langsung ke jalan raya, tidak ditelaah, belajar lebih baik. Jadi sampaikan kepada
ngerti rambu lalu lintas, sehingga suka melanggar teman-teman di parlemen tidak usah kecil hati,
aturan,” ujarnya. kalau ada kesalahan kita harus tahu dan mau
Sejauh ini banyak negara yang mengagumi memperbaikinya. Perbaiki itu. Dan Rakyat juga
perkembangan demokrasi Indonesia yang terus jangan suudlan (sangka jelek) seolah-olah ngga
mengalami pembelajaran. “Sehingga dengan butuh parlemen.” himbau aktor senior yang kini
demikian saya rasa jangan memandang dari sudut dikenal tokoh Sentilan-Sentilun. (ray).
mirisnya. Ini adalah pelajaran. Saya orang yang
sangat optimis kok, ini bukan kiamat, kita sama-
PARLEMENTARIA EDISI 99 TH. XLIII, 2013 73