Page 24 - MAJALAH 81
P. 24
mun sebenarnya belum bisa disim-
pulkan bahwa kinerja legislasi DPR
pada tahun pertama periode 2009-
2014 lebih baik. Kinerja legislasi yang
buruk masih bersumber dari muara
yang sama, yaitu aspek perencanaan.
DPR, begitu pula Pemerintah, gagal
untuk menghindarkan diri dari lubang
jebakan yang dapat mengakibatkan
terulang kembali apa yang jamak dise-
but orang nafsu besar tapi tidak diper-
hitungkan secara benar.
Keputusan DPR menetapkan tar-
get prioritas legislasi hingga 70 RUU
untuk satu tahun, sebenarnya makin
memperkuat penilaian Tim Kajian Pe-
ningkatan Kinerja DPR (yang termuat
dalam laporan per Desember 2006).
Tim menilai, DPR masih ambi-
sius dalam menetapkan jumlah RUU
yang menjadi prioritas. Menurut Tim,
meskipun DPR telah menyusun kriteria
atau standar prioritas untuk pembua- Konsep Campur Aduk yang masih terbilang tinggi antara
tan suatu RUU, namun dalam pelak- DPR bukan tidak berinisiatif sama lain (i) Sensifitas anggota DPR dalam
sananaanya tidak dapat memenuhi sekali untuk mengatasi kinerja legis- menangkap aspirasi publik ternyata
kriteria dan standar dimaksud. Dari lasi yang rendah. Prolegnas sebagai selalu diartikulasikan sebagai kerja
15 RUU yang ditambahkan ke dalam instrumen perencanaan legislasi didi- legislasi. Atau dengan kata lain, pers-
daftar RUU Prioritas 2010 (bagian agnosa, tapi malah yang terjadi adalah pektif yang digunakan adalah “harus
dari 3x penambahan), ternyata hanya campur aduk konsep antara target selalu diatur dengan UU”, (ii) diper-
dua yang mampu terselesaikan, yaitu (prioritas) penyiapan, pembahasan, parah dengan ketiadaan alat saring
RUU tentang Perubahan atas Undang- dan penyelesaian. Kalau kemudian itu yang lebih operasional untuk memilih
Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang yang dipilih dan dilakukan, maka yang dan memilah urgensi suatu RUU, se-
Benda Cagar Budaya dan RUU tentang terjadi justru makin memperburuk hingga akibatnya usulan suatu RUU
Hortikultura. Bahkan, tiga RUU yang DPR dalam bekerja, utamanya dalam mudah lolos (masuk) dalam usulan
diprioritaskan berdasarkan pertemuan melaksanakan fungsi legislasi. Prolegnas, khususnya yang prioritas
konsultasi DPR dan Presiden, satu pun Harus ada pendefinisian ulang tahunan, dan (iii) belum lagi adanya
tak ada yang tuntas. Patut kita perta- dalam bentuk pengkategorian ter- faktor penganggaran yang turut mem-
nyakan, apa sesungguhnya yang di- hadap penetapan prioritas tahunan. buka peluang (peningkatan) alokasi
maksud prioritas (legislasi) tahunan Bisa saja kemudian, prioritas tahunan anggaran legislasi.
serta konsekuensinya, dan bagaimana dimaksud adalah prioritas penyia-
pula seharusnya DPR (dan Pemerin- pan, pembahasan, atau penyelesaian. Terobosan
tah) memperlakukannya? Tidak bisa dicampuradukan, karena Masih minimnya capaian target
Di sisi lain, adanya kenaikan ang- memang kepentingannya berbeda. legislasi hingga pertengahan 2010,
garan legislasi (dari 2005 dialokasikan Dalam konteks perencanaan legislasi mendorong Badan Legislasi (Baleg)
Rp 560 juta hingga Rp 5,8 miliar pada dan capaian target, seharusnya pri- untuk mengambil langkah “pemang-
2009) ternyata tidak banyak mem- oritas tahunan di sini adalah penye- kasan” dari 70 RUU Prioritas 2010
bantu DPR memenuhi target prioritas lesaian suatu RUU menjadi UU atau menjadi 35 RUU. Langkah taktis lain-
tahunan, yang akhirnya mempenga- terpenuhinya pembicaraan tingkat II nya yang dilakukan Baleg adalah me-
ruhi Prolegnas secara keseluruhan. Ke- seperti yang dimaksud Pasal 151 UU nentukan setiap Komisi minimal bisa
beradaan staf ahli (yang telah direkrut Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, menyelesaikan dua RUU dan enam
sejak 2006) yang diperuntukan bagi DPR, DPD, dan DPRD. RUU di Panitia Khusus (Pansus).
anggota DPR maupun alat kelengka- Selain pencampuradukan konsep Penetapan maksimal dua RUU di
pan belum sepenuhnya dapat diandal- prioritas tahunan, faktor lain yang me- Komisi dan enam RUU di Pansus harus
kan. nyebabkan DPR menetapkan target diikuti dengan keseriusan fraksi-fraksi
| PARLEMENTARIA | Edisi 81 TH. XLII, 2011 |