Page 65 - MAJALAH 137
P. 65
menuntut partisipasi perempuan. dayakan perempuan secara politis, pentingnya keterwakilan perempuan
Para politisi perempuan dari harus dimulai dari hulunya, yaitu di parlemen. Selama ini banyak faktor
berbagai parlemen dunia merumuskan rekrutmen politisi perempuan oleh yang menghambat perempuan masuk
kebijakan pemberdayaan perempuan parpol. Perempuan harus terlibat parlemen. Diantaranya, kata Amelia,
untuk meningkatkan kapasitasnya. dalam struktur organisasi parpol biaya politik yang luar biasa besar,
“Saya menghadiri dua working dengan menjadi pengurus. Saat ini kurangnya pendidikan politik, dan
group. Satu di forum World Economic dengan kuota perempuan 30 persen kurangnya kaderisasi calon politisi
Empowering and Health. Sesi kedua, dalam daftar caleg saja, keterwakilan perempuan.
saya memberi pandangan tentang perempuan di DPR RI cuma 17,3 persen Faisal Fayez sendiri saat membuka
political violence against to women. pada pemilu 2014, turun satu persen acara di Yordania, mengutarakan,
Perempuan masih rentan terhadap dari pemilu 2009 yang mencapai 18,3 selain di parlemen, perempuan
kekerasan politik dan ketidakadilan,” persen. Masih jauh dari harapan. juga penting berada di semua lini
jelas Amelia. Perlu ada punishment bagi parpol kebijakan suatu negara. Bahkan,
Kekerasan politik yang dimaksud yang tidak memenuhi kuota 30 persen perempuan memiliki peran utama
adalah menutup akses perempuan keterwakilan perempuan dalam daftar dalam perundingan perdamaian dan
terjun ke panggung politik. Stigma yang caleg sesuai amanat UU parpol. pembangunan kembali di daerah
merendahkan kemampuan perempuan Punishment ini penting sebagai bagian konflik. Tanpa melibatkan perempuan,
dalam berpolitik, sambung Amelia, dari kampanye kesetaraan gender. tujuan pembangunan berkelanjutan
juga bagian dari kekerasan politik yang Di Rwanda dan Algeria, misalnya, tidak akan tercapai.
dimaksud. Ia menuntut agar para calon keterwakilan parempuan di parlemen Lalu, apa pentingnya ada sentuhan
anggota legislatif (caleg) perempuan sudah mencapai 50 persen. Namun, perempuan dalam kebijakan publik?
jangan melulu ditempatkan di nomor capaian persentase keterwakilan Amelia yang anggota Komisi IX
sepatu dalam daftar caleg. Perempuan perempuan di parlemen Rwanda DPR RI ini menjawab lugas, “Penting
harus diberi kesempatan yang sama didahului dengan revolusi. sekali kehadiran perempuan sebagai
dengan laki-laki. Perlu perubahan paradigma, pembuat kebijakan publik. Dia bisa
Menurut Amelia, untuk mem ber- memang, untuk menyadarkan mengawal, memformulasikan, dan
mengawasi semua kebijakan yang
berpihak kepada perempuan. Contoh,
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Terhadap Perempuan, itu kalau tidak
perempuan yang menyuarakan, siapa
yang akan menyuarakan. Kita desak
Perempuan harus terlibat dalam struktur RUU itu masuk dalam RUU prioritas.”
organisasi parpol dengan menjadi Singkatnya, keberadaan perem-
pengurus. Saat ini dengan kuota puan di parlemen akan mengawal
kebijakan-kebijakan yang pro pe-
perempuan 30 persen dalam daftar rempuan. “Di semua lini kebijakan
caleg saja, keterwakilan perempuan perempuan harus ada,” tandasnya
di DPR RI cuma 17,3 persen pada lagi. Indonesia termasuk ber un-
tung pernah memiliki presiden
pemilu 2014, turun satu perempuan Megawati Soe-
persen dari pemilu 2009 karnoputri pada 2001-2004.
yang mencapai 18,3 Kepala daerah juga banyak
diisi perempuan. Bahkan,
persen. Masih jauh kini delapan kursi menteri
dari harapan. diisi perempuan. Sekarang
tinggal bagaimana
meningkatkan kapasitas
intelektual para politisi
p er emp u an ya ng
sedang berkiprah.
foto: naefuroji/iw Anggota BKSAP DPR RI, Amelia Anggraini
PARLEMENTARIA l EDISI 137 TH. XLVI - 2016 l 65

