Page 63 - Stabilitas Edisi 190 Tahun 2022
P. 63
ada pemberian subsidi yang diberikan
pemerintah melalui kebijakan fiskal,
pengendalian dari sisi pangan, hingga
adanya stabilisasi nilai tukar rupiah agar
tidak mengganggu upaya pemulihan
ekonomi global.
Bank sentral mengandalkan sinergi
dan koordinasi dalam menjaga agar
inflasi tidak bergerak secara liar.
BI menjelaskan persoalan inflasi
yang dihadapi sekarang merupakan
permasalahan global karena dunia
sedang bergejolak, baik akibat tekanan
geopolitik, gangguan mata rantai global,
hingga kebijakan proteksionisme dari
berbagai negara.
Bahkan perkembangan terbaru
mengatakan kondisi yang lebih
menyeramkan. Baru-baru ini Bank Dunia
atau World Bank mengungkapkan bahwa
ekonomi global tahun depan dalam
bahaya jika bank sentral tidak mampu
mengendalikan inflasi.
Lead Economist World Bank Habib
Rab menuturkan kondisi global saat
ini mengalami kondisi yang langka,
karena adanya kombinasi pelambatan
ekonomi dan inflasi tinggi mengalihkan
fokus perhatian masyarakat dunia Bank sentral memiliki
dari pemulihan pasca-Covid ke upaya
menjaga stabilitas. strategi berbeda dari
Pada tahun depan, ekonomi dunia periode sebelumnya
berisiko turun sebesar 1,5 persen. terutama menjaga agar harga-harga menggandeng erat
Risiko ini dipicu oleh pengetatan Covid tidak mengalami kenaikan akibat dari pemerintah daerah
di China, kenaikan harga energi dan gejolak global. Menurutnya bank sentral untuk mengelola
pengetatan kebijakan suku bunga oleh Indonesia telah cukup berhasil menjaga harga, terutama untuk
The Fed. “Namun risiko besarnya akan stabilitas mata uang Garuda karena komoditas pangan.
datang dari inflation rate,” ujarnya dalam tingkat depresiasinya termasuk yang
SOE International Conference: Investor terbaik dari global yakni kurang lebih 3,5
Day. persen secara year to date.
Inflasi di negara berkembang dan “Itu yang kami lakukan dari sisi
maju telah meningkat sejak adanya moneter, melakukan stabilisasi nilai
kenaikan harga komoditas pada 2022. tukar rupiah. Kami juga melakukan
Banyak target atau sasaran inflasi di pengendalian likuiditas sehingga
negara maju dan berkembang yang memang tidak berlebih karena kalau
meleset. Hal ini diikuti oleh pengetatan berlebih itu untuk spekulasi tapi juga
moneter di negara berkembang pada tidak kurang. Lebih dari cukup supaya
awal tahun 2021 dan negara maju pada perbankan terus menyalurkan kredit dan
kuartal II-2021. alhamdulillah kredit perbankan sudah
BI sebelumnya sudah siap melakukan lebih dari 10 persen, malah UMKM
stabilisasi nilai tukar rupiah agar tidak sudah 16 persen untuk mendorong per-
mengganggu upaya pemulihan ekonomi tumbuhan ekonomi,” pungkas Perry.*
www.stabilitas.id Edisi 190 / 2022 / Th.XVIII 63

