Page 62 - Stabilitas Edisi 191 Tahun 2022
P. 62
Tantangan Transparansi
P2P Lending
Oleh Sinatrya Alkautsar, LPPI
eiring beban tenaga kerja hingga 120 persen dalam kurun
meroketnya waktu setahun sampai September 2022. Hal itu
praktik terjadi juga pada beban pemasaran yang meningkat
Skeuangan 46,40 persen dan beban umum 81,52 persen
berbasis teknologi, sehingga membuat rentabilitas industri menurun.
layanan pinjaman dari Demi menjaga agar industri ini terus
pribadi ke pribadi atau memberikan manfaat diperlukan tata kelola
biasa disebut peer to yang baik agar setiap stakeholder mendapatkan
peer (P2P) lending juga keuntungan terutama di bagian transparansi.
melonjak. Industri ini Indonesia harus mengambil pelajaran dari jatuhnya
sejatinya dimulai oleh bisnis P2P lending di China akibat maraknya
aplikasi bernama Zopa kasus gagal bayar di sana, yang didorong tidak
yang meluncur pada 2005 telah meluas ke seluruh transparannya sistem tersebut. Hal itu membuat
dunia terutama yang industri keuangannya cukup debitur bisa dengan mudah mengalami gagal bayar
inklusif seperti China dan Indonesia. atau pihak P2P lending membuat penawaran
Indonesia sendiri secara resmi melegalkan investasi palsu untuk mengeruk uang nasabah.
bisnis ini pada 2016 merujuk pada peraturan Salah satu pameo terpenting dalam berinvestasi
yang dibuat Otoritas Jasa Keuangan mengenai adalah bahwa setiap kegiatan menaruh dana
layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi di sebuah investasi manapun selalu ada risiko
informasi. Hingga September 2022 menurut OJK kerugian. Oleh karena itu investor mesti pandai-
ada 102 penyedia jasa Fintech Lending jumlah pandai menghitung risiko. Di P2P lending
tersebut menurun dibandingkan Desember investor harus melakukan sendiri analisis dan
2021 dengan jumlah 103 perusahaan. Walaupun manajemen risiko. Investor individual yang tidak
begitu terjadi pertumbuhan 77,33 persen di sisi memiliki resource untuk melakukan analisis secara
outstanding pinjaman dimana pada September mendalam hanya bisa mengandalkan informasi
2022 adalah Rp48,738 triliun sementara pada yang diberikan oleh pihak P2P lending yang
periode yang sama tahun lalu Rp27,483 triliun. biasanya diberikan dalam bentuk informasi rating.
Meski demikian secara kualitas pinjaman Karena analisis yang diberikan tidak menyeluruh
terdapat penurunan ketika angka gagal bayar seperti halnya di bank, maka risiko itu cukup besar
dari peminjam meningkat dari 1,90 persen terkait asimetri informasi antara pemilik dana dan
di September 2021 menjadi 3,07 persen pada debitur. Untuk menutupi risiko yang terjadi karena
September 2022. Penurunan kualitas pinjaman asimetri informasi tersebut, investor meminta
tersebut berpengaruh pada kepercayaan investor imbal hasil yang lebih tinggi.
untuk menginvestasikan dana mereka pada Suku bunga dan imbal hasil yang tinggi
platform P2P Lending. tentu akan membuat risiko gagal bayar debitur
Industri P2P Lending juga menghadapi akan bertambah besar. Ketika risiko gagal bayar
tantangan dari sisi efisiensi operasional bisnis, meningkat maka investor akan meminta imbal
dimana menurut data OJK terjadi peningkatan hasil yang lebih tinggi lagi. Terus begitu sehingga
62 Edisi 191 / 2022 / Th.XVIII www.stabilitas.id

