Page 192 - Berangkat Dari Agraria
P. 192
BAB V 169
Penataan dan Pengembangan Pertanian
tak menolong pertanian, justru kian memperkuat godaan untuk
meninggalkan desa. Makin tinggi pendidikan kaum muda desa,
makin besar potensi untuk pergi dari desa.
Dampaknya, pertanian lesu akibat kelangkaan tenaga kerja
baru. Di sawah dan ladang umumnya bekerja petani berusia
lanjut dengan efektivitas kerja dan produktivitas yang cenderung
menurun. Curahan tenaga di sawah dan ladang menjadi tak lagi
optimal sehingga produktivitas pertanian pun terancam tergerus.
Dalam perspektif budaya kota, bekerja di lahan pertanian seolah jadi
simbol keterbelakangan yang menghinakan pemuda atau pemudi
desa. Bekerja di sawah dan ladang dicitrakan dengan pakaian kumal
sebagai tanda ketidakberhasilan. Jika ingin dianggap sukses, kaum
muda desa mesti pergi ke kota untuk menjadi apa saja, terkesan
lebih keren. Ini pandangan bias kota yang menyesatkan.
Kita faham, keterbatasan pertanian yang utama adalah
kelangkaan tanah sebagai lahan pertanian. Keterbatasan tanah
milik petani jadi penghambat utama kemajuan pertanian. Tanah
di desa, banyak dikuasai badan usaha raksasa di sektor perkebunan
atau kehutanan, juga karena alih fungsi lahan dan pindah
kepemilikan tanah dari petani ke kaum berduit. Kelangkaan tanah
ini menyebabkan involusi pertanian sehingga terus meredup hingga
titik nadir. Tak ada pertanian tumbuh tanpa tanah pertanian yang
terpelihara secara berkelanjutan.
Selain tanah, kesulitan lain yang penting ialah benih lokal
untuk ditanam dan pupuk organik untuk mengolah tanah pertanian.
Demikian halnya dengan sistem teknologi pendukung untuk
peningkatan produktivitas pertanian yang lemah telah memperburuk
produktivitas pertanian. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
informasi pada era digital belakangan ini, masih jauh dari jangkauan
umumnya petani di pedesaan.
Belum lagi, ketiadaan jaminan bagi harga-harga jual produk
pertanian telah menjadikan pertanian kalah bersaing dengan sektor
lain. Ketidakpastian harga yang bisa diterima petani menjadi faktor
yang mempengaruhi keengganan kaum muda desa untuk bertani.