Page 142 - Land Reform Lokal Ala Ngandagan: Inivasi system Tenurial Adat di Sebuah Desa Jawa, 1947-1964
P. 142
Dinamika Politik Nasional di Era 1960-an dan Dampaknya di Desa Ngandagan
dipandang oleh rakyatnya sebagai sosok pemimpin
yang bersungguh-sungguh, sementara buah dari
upaya-upayanya itu dirasakan sebagai sebuah
kesuksesan. Oleh karena itu, rakyat kemudian
mengikuti aliran Lurah.”
Kutipan di atas menunjukkan bahwa pilihan warga
Ngandagan terhadap PKI dalam Pemilu 1955 itu lebih
didorong oleh faktor internal ketimbang faktor eksternal.
Dalam arti, ia merupakan dampak dari keberhasilan land
reform lokal yang adalah inisiatif Lurah Soemotirto (yang
memang menganut PKI), dan bukannya akibat terpikat
dorongan pelaksanaan land reform nasional yang secara militan
dimobilisasikan oleh PKI dan organ-organnya.
2. Dari Oposisi Lokal Hingga Persaingan Ideologi di
Aras Kabupaten
Dengan ditetapkannya Undang-undang Pokok Agraria
pada tahun 1960, dan dimulainya program land reform
secara nasional setahun berikutnya, maka proses radikalisasi
pedesaan pun bergolak di berbagai wilayah Indonesia,
terutama di provinsi-provinsi berpenduduk padat di Jawa,
Sumatra dan Bali. Proses radikalisasi ini berlangsung dalam
bentuk mobilisasi aksi dan reaksi di antara sesama warga
desa sendiri di seputar pelaksanaan land reform atas tanah-
tanah kelebihan maksimum dan absentee. Proses ini telah
memperhadapkan secara fisik anggota dan simpatisan PKI
dengan para petani kaya dan pendukungnya yang umumnya
berafiliasi ke NU atau PNI.
113