Page 15 - Land Reform Lokal Ala Ngandagan: Inivasi system Tenurial Adat di Sebuah Desa Jawa, 1947-1964
P. 15

Land Reform Lokal A La Ngandagan


            Sajogyo Institute (SAINS), memfokuskan pada konteks
            situasi keagrariaan di desa ini pada masa lampau, kebijakan
            land reform yang dijalankan sebagai jawaban atas situasi
            tersebut, serta dampak dan signifikansi sosial-ekonomi
            dari kebijakan semacam itu pada kehidupan masyarakat.
            Sedangkan tim kedua, yang merupakan kerjasama dengan
            Pusat Kajian Agraria (PKA) IPB, memfokuskan pada situasi
            kontemporer di desa ini, khususnya mengenai bagaimana
            kondisi penguasaan tanah dan strategi livelihoods di kalangan
            penduduk miskin pada dewasa ini, dan apa peranan tanah
            dalam ekonomi rumahtangga mereka.
                Ada beberapa lesson learned yang bisa diambil dari
            pengalaman lokal di Ngandagan sebagaimana tersaji dalam
            buku ini. Pertama, pelaksanaan reforma agraria yang terjadi
            hendaknya dilandasi dengan filosofi kesejarahan, sehingga
            kekhawatiran bahwa ia hanya akan melahirkan konflik,
            akan menjadi tidak mendasar. Filosofi kesejarahan dalam
            kasus Ngandagan ditunjukkan dalam bentuk kemampuan
            merekonstruksi sistem tenurial (tradisional atau adat)
            yang telah ada untuk selanjutnya dikreasikan ulang agar
            lebih berkeadilan. Kedua, adat tidak selalu identik dengan
            feodalisme. Bahkan ia bisa menjadi kekuatan imperatif,
            landasan legitimatif dibangunnya kesejarahan baru.
            Sayangnya, inisiatif dan ingatan, dan ruang kesejarahan lokal
            itu terancam punah karena digerus oleh penyeragaman yang
            dilakukan oleh berbagai kekuatan yang hadir dalam bentuk
            birokrasi, program, dan modernisasi, yang kesemuanya tidak
            bisa dilepaskan dari campur tangan negara. Ketiga, menurut
            pengakuan penulis, sejarah desa sebenarnya bisa menjadi



            xiv
   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20