Page 307 - Hak Atas Tanah bagi Orang Asing
P. 307
284 FX. Sumarja
pemerintah sendiri, misalnya menggunakan lembaga pelepasan
hak/penyerahan hak kepada pemerintah kolonial. Kalaupun orang
Eropa dilarang mendapatkan tanah usaha di atas tanah partikelir,
bukan maksudnya melindungi orang bumiputra, tetapi lebih
ditujukan kepada orang Eropa. Tidak mungkin orang Eropa atau
yang dipersamakan menjadi pekerja di kebun atau di ladang sebagai
pemegang hak usaha.
Pada masa UUPA inilah orang pribumi/bumiputra yang sekarang
sebagai WNI sungguh mendapatkan perlindungan hukum, bahwa
orang asing dilarang memiliki tanah hak milik guna melindungi
hak-hak atas tanah WNI dari eksploitasi asing. Meskipun politik
hukumnya demikian, dalam tataran praktik, perlindungan hukum
tersebut masih harus terus diusahakan dan diperjuangkan oleh
WNI. Mengingat juga bahwa pemerintah sendiri dari masa ke masa
selalu berupaya untuk menghindari aturan larangan kepemilikan
tanah hak milik oleh orang asing dengan mengeluarkan serangakain
peraturan perundang-undangan yang memungkinkan orang asing
mendapatkan tanah hak milik.
Pada masa UUPA paling tidak terdapat sembilan aspek dari
substansi peraturan perundang-undangan yang memberi peluang
kepemilikan tanah hak milik oleh orang asing atau peluang orang
asing mendapatkan tanah hak milik. Selain itu terdapat putusan
pengadilan yang tidak sejalan dengan Pasal 26 ayat (2) UUPA, dan
belum adanya sanksi pidana terkait ketentuan tersebut. Secara
struktur, inkonsistensi terjadi karena ketiadaan/ketidakjelasan
lembaga pengawas pertanahan. Secara kultur inkonsistensi
dikarenakan sikap masyarakat dan penegak hukum yang dengan
mudah memfasilitasi orang asing memiliki tanah hak milik.
Kebutuhan hak atas tanah bagi orang asing yang berupa
hak pakai dan hak sewa untuk bangunan hanya dapat terpenuhi
apabila ketentuan Pasal 9 ayat (1), 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2)