Page 306 - Hak Atas Tanah bagi Orang Asing
P. 306
Hak Atas Tanah Bagi Orang Asing 283
direbut dan diduduki dari orang-orang pribumi dan raja-raja lokal
pada akhirnya lepas dari genggamannya dengan percuma.
Secara umum pada masa pemerintahan kolonial, politik
hukum larangan pengasingan tanah dasar filosofisnya adalah untuk
kesejahteraan negara/pemerintah kolonial. Tujuan utamanya adalah
untuk melindungi kepentingan ekonomi Pemerintah Kolonial
Belanda termasuk kaum pemodalnya.
Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki
politik hukum agrarianya sendiri, sehingga politik hukum larangan
kepemilikan tanah hak milik oleh orang asing sangat berbeda dengan
politik hukumnya pada masa VOC ataupun Kolonial Belanda, yaitu
untuk mencapai kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Ditelaah dari sisi subjek hak (orang asing) yang dilarang
mendapatkan tanah mengalami pergeseran dari waktu ke waktu.
Pada masa sebelum Agrarische Wet, yang dimaksud orang asing
adalah orang-orang pribumi dan pendatang selain orang-orang
VOC. Orang pribumi dikategorikan sebagai orang asing oleh VOC.
Pada masa Agrarische Wet, yang dimaksud orang asing adalah orang-
orang golongan Eropa dan Timur Asing. Telah terjadi pergeseran
terbalik yang dikategorikan orang asing. Semula yang dilarang
mendapatkan tanah adalah orang pribumi atau pendatang lainnya,
kemudian pada masa Agrarische Wet yang dilarang mendapatkan
tanah adalah orang Eropa dan Timur Asing. Pada masa UUPA terjadi
pergeseran lagi, orang asing yang dilarang mendapatkan tanah hak
milik adalah orang yang bukan warga negara Indonesia.
Pada masa Agrarische Wet seolah-olah orang bumiputra
mendapatkan perlindungan hukum yang cukup dari keinginan
orang Eropa dan Timur Asing mendapatkan tanah-tanah golongan
bumiputra. Peraturan hukum tersebut sebenarnya ditujukan untuk
melindungi kepentingan pemerintah Hindia Belanda, melanjutkan
projek cultuurstelsel-nya, dan dalam praktik banyak disimpangi oleh

