Page 35 - Transmisi Nilai-nilai Pertanahan di Kabupaten Magetan
P. 35
Aristiono Nugroho dkk.
ditransmisikan melalui beberapa saran atau anjuran tindakan oleh
petugas kantor pertanahan, yang selanjutnya diikuti oleh para petani,
hingga kemudian menjadi tradisi (budaya) pertanahan di kalangan
petani.
D. Perspektif Pertukaran Sosial
Secara keilmuan tersedia Paradigma Sosiologi, yang dapat
dimanfaatkan membahas transmisi nilai-nilai pertanahan pada
petani, yang terdiri dari: Paradigma Fakta Sosial, Paradigma Definisi
Sosial dan Paradigma Perilaku Sosial. Paradigma-paradigma ini
seringkali disebut sebagai Paradigma Ganda, yang memiliki pesaing,
yaitu Paradigma Integratif. Telah menjadi pengetahuan umum,
bahwa Paradigma Integratif menyatukan atau mengintegrasikan
Paradigma Fakta Sosial, Paradigma Definisi Sosial, dan Paradigma
Perilaku Sosial (lihat Ritzer, 2005:A-16).
Beberapa peneliti menggunakan perspektif yang bersumber
dari Paradigma Integratif, yang dibangun dari tiga teori utama,
yaitu: Teori Fungsional Struktural, dan Teori Konflik, serta Teori
Interaksionisme Simbolik. Dengan demikian ada tiga perspektif yang
tersedia, yaitu Perspektif Fungsional Struktural, Perspektif Konflik,
dan Perspektif Interaksionisme Simbolik.
Namun demikian transmisi nilai-nilai pertanahan lebih tepat
bila difahami dengan menggunakan Paradigma Perilaku Sosial,
yang menyediakan tiga teori utama, yaitu: (1) Teori Perilaku, (2)
Teori Pertukaran Sosial, dan (3) Teori Pilihan Rasional. Para sosiolog
membangun Paradigma Perilaku Sosial berdasarkan sebuah exemplar
karya B.F. Skinner, yaitu “The Behavior of Organisms: An Experimental
Analysis” (1938). Paradigma ini lebih memusatkan perhatiannya pada
perilaku manusia, dan kemungkinan pengulangannya. Asumsinya,
kebudayaan tersusun dari sekian banyak perilaku manusia yang
membentuk pola tertentu.
16 17