Page 208 - REFORMA AGRARIA EKOLOGIS
P. 208

Perda DIY No 5 Tahun 1954, pasal 10 mengatur bahwa tanah-tanah
            yang ditempati warga  turun  temurun di  Propinsi  DIY  serta  merta
            menjadi hak milik (warga yang bersangkutan). Kini, di Propinsi DIY,
            perpanjangan HGB dan Hak Pakai agar tetap berada di atas alas Tanah
            Negara sudah mustahil, terlebih lagi peningkatan Hak Pakai dan HGB
            menjadi HM di Propinsi DIY.

                Di Kabupaten Bantul, di Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek,
            terdapat 107,653 ha dari 266 ha tanah yang disebut Tanah Tutupan,
            yaitu:  bidang-bidang  lahan berstatus Letter C  yang  dirampas
            pemerintah pendudukan  Jepang  tanpa pemberian  dan/atau  serah
            terima  ganti  rugi  kepada masyarakat Parangtritis,  yang  ditandai
            dengan pencoretan status letter C dan penambahan label ISTIMEWA
            I 15/X/03  (15  Oktober 1943)  serta  dibebaskan  dari  beban  pajak.
            Sepanjang era pascakemerdekaan tanah tutupan tidak dikembalikan
            kepada yang punya meski pendudukan Jepang berakhir. Tanah-tanah
            itu kini terdampak PSN berupa jalan lintas selatan Jawa, kepastian
            hak ahli waris atas bidang-bidang Tanah Tutupan berkelindan dengan
            situasi  agraria  di level  propinsi  yang  mengarah  pada  monopoli
            pemilikan tanah oleh otoritas regional dengan dalih tidak ada tanah
            negara di seluruh Propinsi DIY.

                Saya tidak tahu apakah sense of crisis ini dimiliki oleh mereka
            yang berwenang menyelesaikan persoalan agraria. Di Propinsi  DIY
            ini, ketika hak  asasi  menjauh  dari manusia,  terkadang  terlintas
            pertanyaan  terkait agraria dalam  nurani saya:  Kepada apa  lembaga
            negara  pengemban Reforma  Agraria mengabdi: kekuasaan  atau
            Konstitusi? (1 Agusus 2023).

            14.  Kami bukan Petugas Sensus!
                Selama  melakukan  Pemetan  Sosial  (Juni-Agustus  2023)  kami
            mendapati masalah yang sama sejak Penataan Akses 2021: pemetaan
            sosial sekadar penghimpunan masalah sosial ekonomi oleh BPN dengan
            format BPS. Apakah itu salah? Sebagai cara kerja enumerator tidak
            salah, namun sebagai kerja agen pemberdayaan hal itu menyimpang
            dari asas partisipasi. FS yang tidak peka persoalan sosial cenderung
            menikmati keringanan kerja ala BPS ini, mereka tidak punya beban

                                                                 BAB V  193
                                                  Catatan Harian Petugas Lapangan
   203   204   205   206   207   208   209   210   211   212   213