Page 10 - Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat
P. 10
Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat
pembangunan negara lolonial. Pertumbuhan aktifitas ekonomi
perkebunan disertai populasi penduduk kulit putih-Eropa
membutuhkan penyediaan tanah untuk pemantapan aktifitas
mereka di perkotaan berupa ketersediaan kantor, ruang so-
sialita, tempat hiburan, serta pemukiman. Dibangun kantor-
kantor pemerintahan, perluasan stasiun kereta api, rumah
gadai, pengadilan, dan jalan. Di era kemudian, tatkala politik
etis menemukan bentuknya, maka didirikanlah gedung-
gedung sekolah dan rumah sakit yang luasan tanahnya,
sebagaimana ditunjukkan oleh buku ini, cukup menonjol
dibanding tanah peruntukan lain. Dari segi luasan, total tanah
2
bagi peruntukan ini sebanyak 1.302.552 m .
Dipahami secara demikian, maka praktik modernisasi
sistem tanah melalui Reorganisasi itu menjadi masuk akal.
Bangunan politik-kekuasaan Keraton Yogyakarta yang semu-
la relasi elit-rakyatnya terbangun atas penguasaan tanah
mengalami perubahan drastis. Para patuh yang memiliki
wewenang dan segenap hak politik serta kesempatan ekono-
minya ditopang oleh bagi hasil dalam sistem apanase, beru-
bah sebab didepolitisasi dengan cara diintegrasikan ke dalam
sistem pemerintahan kolonial. Mereka mendapat imbalan gaji.
Dengan demikian kebijakan formalisasi pemilikan tanah
untuk rakyat dan pemekaran kelurahan sebagai unit admi-
nistrasi yang keseluruhannya ini membutuhkan tanah keraton
2
seluas 6.904.133 m , serta pengurangan kerja wajib, penge-
tatan aturan sewa tanah, dan sebagainya itu, semata-mata
adalah unit-unit dari kebijakan makro pemantapan negara
kolonial. Membaca secara demikian, maka pemantapan
bangunan negara Kolonial-lah sebenarnya yang bertindak
ix