Page 39 - Pengakuan dan Perlindungan Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat di Kawasan Hutan
P. 39
Alasan dikeluarkannya PMA ini dapat terlihat dari bagian
“Mempertimbangkan” yang terdiri atas lima butir, dua di antaranya
menyatakan:
“bahwa dalam kenyataannya pada waktu ini di banyak daerah masih
terdapat tanah-tanah dalam lingkungan masyarakat hukum adat yang
pengurusan, penguasaan dan penggunaannya didasarkan pada ketentuan
hukum adat setempat dan diakui oleh para warga masyarakat hukum adat
yang bersangkutan sebagai tanah ulayatnya’ dan ‘bahwa akhir-akhir ini di
berbagai daerah timbul berbagai masalah mengenai hak ulayat tersebut, baik
mengenai eksistensinya maupun penguasaan tanahnya”.
Peraturan Menteri ini menegaskan tentang realitas sosial bahwa
banyak pengelolaan, penguasaan dan penggunaan tanah dilakukan
berdasarkan pada hukum adat setempat, namun masih ada masalah-
masalah berkaitan dengan hak ulayat atas tanah-tanah tersebut. Peraturan
Menteri itu juga menegaskan otoritas pemerintah daerah kabupaten di
dalam mengelola masalah pertanahan, mengacu pada Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian
digantikan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Di pihak
lain, Peraturan Menteri itu membatasi pengakuan terhadap hak ulayat
atas tanah-tanah, tercantum di dalam pasal 3, yang menyatakan bahwa
pelaksanaan hak ulayat masyarakat hukum adat tidak dapat lagi dilakukan
terhadap bidang-bidang tanah yang: (a) telah dimiliki oleh perorangan
atau badan hukum yang memegang hak penguasaan tanah berdasarkan
UUPA, dan (b) dimiliki atau diserahkan oleh suatu dinas pemerintah,
badan hukum atau perorangan yang mengacu pada dan sesuai dengan
perundang-undangan dan peraturan yang ada. 39
Ketentuan dalam Permenag mengenai bidang-bidang tanah tertentu
yang tidak dapat dilaksanakan hak ulayat masyarakat hukum adat di
atasnya tentu saja telah melanggar prinsip keadilan bagi masyarakat
hukum adat. Plato menggambarkan keadilan pada jiwa manusia dengan
membandingkannya pada kehidupan negara, mengemukakan bahwa jiwa
manusia terdiri dari 3 bagian, yakni pikiran (logistikon), perasaan dan nafsu
baik maupun jasmani (epithumatikon), rasa baik dan jahat (thumoeindes).
Keadilan terletak dalam batas yang seimbang antara ketiga bagian jiwa
39 Komnas HAM, 2013, Kertas Posisi Komnas HAM terhadap Keputusan Mahkamah
Konstitusi Nomor. 35/PUU-X/2012
32 Pengakuan dan Perlindungan Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat di Kawasan Hutan

