Page 84 - Pengakuan dan Perlindungan Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat di Kawasan Hutan
P. 84

iv)  Pengakuan terhadap wilayah adat dengan menggunakan UU
                        No. 26/2007
                             Pengakuan dapat dilakukan melalui dua cara, yakni
                        pengakuan wilayah adat sebagai wilayah dengan nilai strategis,
                        dan pengakuan wilayah adat sebagai wilayah perdesaan.
                        Undang-undang ini dinilai memiliki kelebihan yakni
                        mengatur ruang dalam arti lebih umum, sehingga berlaku
                        atas kawasan hutan dan bukan kawasan hutan. Akan tetapi
                        kendalanya adalah terpisahnya antara ruang/wilayah dengan
                        hak atas tanah, sehingga meski ada penetapan wilayah strategis/
                        perdesaan yang memberi perlindungan pada masyarakat
                        hukum adat, tidak dengan sendirinya terdapat kejelasan hak
                        atas tanah pada mereka.

             b.    Peraturan Bersama 4 Kementerian/Lembaga Negara, 2014
                   Pada penghujung pemerintahan Presiden Susilo Bambang
             Yudhoyono, tertanggal 17 Oktober 2014 keluar Peraturan Bersama
             Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan
             Umum, dan Kepala BPN RI, Nomor 79 Tahun 2014, Nomor PB.3/
             Menhut-11/2014, Nomor 17/PRT/M/2014, Nomor 8/SKB/X/2014,
             tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang Berada dalam
             Kawasan Hutan. Peraturan Bersama ini merupakan salah satu upaya
             mngakhiri dualisme administrasi pertanahan di Indonesia. Peraturan
             bersama ini merupakan kesempatan baru terhadap pengakuan dan
             pendaftaran penguasaan dan pemilikan tanah oleh masyarakat (perorangan
             maupun masyarakat hukum adat) di dalam kawasan hutan. Kebijakan
             ini merupakan langkah maju sebab memungkinkan pendaftaran hak
             atas tanah (privat dan adat) di wilayah kehutanan yang semula dipahami
             bahwa kawasan hutan merupakan hutan negara.
                   Pemohon yang dapat mengajukan hak atas tanah di dalam kawasan
             hutan adalah “orang perorangan, pemerintah, badan sosial/keagamaan,
             masyarakat hukum adat yang memiliki bukti hak atas tanah datau
             bukti penguasaan atas tanah” (Pasal 1, poin 7). Masyarakat hukum adat
             secara tegas diakui sebagai subyek hukum yang legal. Pemerintah dalam
             melakukan penerbitan hak atas tanah berlaku prinsip sebagaimana tanah
             non-kawasan hutan, yakni pemberian hak (Pasal 1 poin 11) dan pengakuan




                                                  Hasil Penelitian dan Pembahasan  77
   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89