Page 299 - Melacak Sejarah Pemikiran Agraria Indonesia Sumbangan Pemikiran Mazhab Bogor
P. 299
Ahmad Nashih Luthfi
bangsa (founding fathers). Mereka menyadari benar bahwa
kolonialisme di Indonesia bekerja melalui penguasaan atas
sumber-sumber daya agraria di negeri Indonesia.
Dari beberapa rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Gu-
nawan Wiradi, Prof. Dr. Ir. Sajogyo, Dr. Sediono M.P. Tjondro-
negoro dan mereka yang telah berinteraksi melalui dan dari ke-
lembagaan Survey Agro Ekonomi di Bogor, kajian agraria secara
umum dan wacana Reforma Agraria secara khusus telah muncul
kembali di hadapan publik. Reforma Agraria tidak lagi identik
dengan agenda komunis sehingga ilmuwan-ilmuwan sosial yang
sebelumnya “tiarap” dan enggan menyinggung isu tersebut, mulai
berani membicarakannya.
Apa yang dilakukan oleh Gunawan Wiradi sampai dengan
keyakinannya bahwa “Reforma Agraria seharusnya merupakan
dasar strategi pembangunan nasional secara keseluruhan”, 99 ada-
lah upaya mengarusutamakan isu itu kembali ke tengah-tengah
khalayak. Sejak tahun itu ia secara terus menerus menjadi juru
bicara yang lugas tentang Reforma Agraria. Meski perhatian itu
semula tanpa dimaksudkan, namun karena seringnya ia ditanya
di dalam berbagai forum mengenai persoalan itu (sehingga ia te-
rus menerus mencari jawabannya), semakin ia menyadari bahwa
itulah persoalan mendasar yang dirasakan rakyat. Terbukti ia
sering ditanya dalam forum ilmiah dan seringnya muncul berba-
gai konflik yang berbasis tanah di dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat. 100
99 Gunawan Wiradi, “Reforma Agraria dan Pembangunan Pedesaan”,
makalah disajikan dalam Seminar “Pembangunan Pedesaan dan Masalah
Pertanahan”, diselenggarakan oleh PAU-Studi Sosial, Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta, 13-15 Februari 1990, hal. 3.
100 Data BPN RI tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah sengketa agraria
di Indonesia sampai dengan tahun 2007 sebanyak 4.581 kasus; konflik agraria
sebanyak 858 kasus; dan perkara agraria yang sedang diproses di pengadilan
sebanyak 2.052 kasus. Dari segi luasan, tanah produktif obyek sengketa yang
tidak dapat dimanfaatkan dan digunakan secara optimal seluas: 607.886 ha. Nilai
2
ekonomi tanah yang menjadi obyek sengketa sebesar: 6.078.860.000 m x Rp.
15.000 (NJOP tanah paling rendah) = Rp. 91.182.900.000.000. Sedangkan
perkiraan opportunity lost dari tanah yang tidak termanfaatkan akibat status
sengketa tersebut mencapai 146,804 triliun rupiah (melebihi angka APBN 2007).
Nilai sosial, budaya, HAM dan politik, dari persengketaan dan konflik itu tentu
246

