Page 51 - Dinamika Pendaftaran Tanah Adat di Kampung Naga
P. 51
Versi kedua, diceritakan oleh Jelahut & Jelahut (2023) bahwa, pada
masa pemerintahan Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati,
seorang abdi dalem bernama Singaparna ditugaskan untuk menyebarkan
agama Islam ke arah barat, kemudian ia sampai di daerah Neglasari
yang sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten
Tasikmalaya. Masyarakat Singaparna menyebut tempat ini dengan
sebutan Kampung Naga atau Sembah Dalem Singaparna. Suatu hari
beliau mendapat wangsit atau petunjuk bahwa beliau harus bertapa.
Dalam wangsitnya, Singaparna mendapat petunjuk bahwa ia harus
tinggal di sebuah tempat yang sekarang disebut Kampung Naga.
Kampung Naga merupakan kampung tradisional yang masih terjaga
kelestariannya. Masyarakatnya masih memegang teguh tradisi nenek
moyang mereka. Mereka menolak intervensi dari pihak luar jika hal
tersebut mengganggu dan merusak kelestarian kampung. Namun, asal
usul kampung ini sendiri tidak ada bukti tertulisnya. Peneliti dalam
penelitian ini berhasil mendapatkan beberapa informasi ketika terjun
langsung ke lapangan (observasi). Informasi tersebut didapatkan dari
seorang informan melalui wawancara mengenai sejarah nama Kampung
Naga yang diambil dari asal-usulnya dan sejak tahun berapa Kampung
Naga berdiri. Iin 50 tahun mengatakan bahwa warga Kampung Naga
sendiri menyebut sejarah kampung mereka dengan istilah “Pareum
Obor”. Pareum jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti,
pergantian penerangan. Akan tetapi “Pareum Obor” yang dimaksud oleh
masyarakat adat Kampung Naga yaitu “sudah kehilangan jejak”.
Iin (2024) dalam wawancaranya, menjelaskan bahwa adanya
ketidaktahuan warga Kampung Naga akan asal usul kampung mereka.
Hal ini disebabkan oleh terbakarnya arsip/sejarah mereka pada saat
pembakaran Kampung Naga oleh Organisasi Kartosoewiryo DI/TII. Pada
saat itu DI/TII menginginkan berdirinya sebuah negara islam di Indonesia.
Kampung Naga lebih mendukung Soekarno dan kurang bersimpati
terhadap niat DI/TII. Oleh karena itu, DI/TII yang tidak mendapatkan
simpati dari warga Kampung Naga, membakar kampung tersebut pada
tahun 1956. Kejadian ini diceritakan oleh Iin dalam wawancara bahwa:
32 Dinamika Pendaftaran Tanah Adat
di Kampung Naga