Page 947 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 947
M. Shohibuddin & M. Nazir S (Penyunting)
Bangunan 49.030 ha, Hak Pengelolaan 535.682 ha, dan
tanah dengan ijin lokasi dan lainnya 4.475.172 ha (Sumber
Data: Deputi Pengendalian Tanah dan Pemberdayaan
Masyarakat, BPN 2009).
Untuk melakukan pengambilalihan dan pemanfaatan
kembali keseluruhan “tanah terlantar” ini, BPN membuat
PP No. 11/2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan
Tanah Terlantar. Sebagai pasangannya BPN memprakarsai
RPP tentang Reforma Agraria yang memuat ketentuan
kategori asal tanah yang akan diredistribusikan, yang disebut
sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), kriteria
penerima TORA, dan mekanisme distribusinya, hingga pem-
berdayaan subjek yang menerima TORA. Namun, berbeda
dengan RPP tentang Tanah terlantar yang berhasil diun-
dangkan menjadi PP No 41/2009, RPP RA tidak kunjung
berhasil menjadi PP.
Penulis kerap bertanya pada pejabat-pejabat di BPN
mengenai mengapa RPP ini tidak kunjung dibahas di Rapat
Kabinet dan disetujui? Dari waktu ke waktu penulis menda-
patkan jawaban bahwa dukungan politik atas Reforma
Agraria kurang memadai, dan menggantungkan pada
hubungan antara Joyo Winoto dengan Presiden. Presiden
pun tidak menggunakan kewenangannya untuk membuat
RPP itu terwujud menjadi PP. Dengan demikian, usaha men-
ciptakan legislasi yang mengatur pelaksanaan reforma agraria
yang menyeluruh dan membentuk kelembagaan pelaksana
yang kuat dan mampu menjalankan program-program
redistribusi tanah tak kunjung terwujud karena tidak adanya
dukungan yang memadai dari pimpinan tertinggi pemerin-
tahan maupun koalisi partai yang berkuasa di pemerintah
900

