Page 945 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 945
M. Shohibuddin & M. Nazir S (Penyunting)
menterian Kehutanan mengenai agenda redistribusi tanah
seluas 8,15 juta ha tersebut sama sekali tidak mema-
dai. Kementerian Kehutanan tidak bersedia memenuhi
agenda ini, dan tetap mempertahankan diri sebagai ‘tuan
tanah negara’ terbesar, melalui penguasaan sekitar 70 persen
wilayah Republik Indonesia dalam “Kawasan Hutan
Negara”.
Kementerian Pertanian pun tidak mendukung program
Reforma Agraria yang diinisiasi oleh BPN tersebut. Alih-
alih menyokong segala upaya memberdayakan petani pene-
rima tanah-tanah yang telah diredistribusi oleh BPN dengan
segala fasilitas, asistensi, kredit, dan bentuk-bentuk “access
reform” lainnya untuk membuat tanahnya produktif, efisien
dan berkelanjutan, Kementerian Pertanian justru menjalan-
kan skema-skema baru untuk menggenjot produksi pangan,
terutama beras, dalam program food security, mengagen-
dakan RUU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berke-
lanjutan yang kemudian menjadi UU No. 41/2009, hingga
memfasilitasi perusahaan-perusahaan raksasa untuk
membuat perkebunan-perkebunan baru untuk produksi
makanan dan energi, termasuk yang paling luas: Merauke
Integrated Food and Energy Estate (MIFEE).
Selain dari Kementerian Kehutanan dan Pertanian,
hambatan utama lainnya adalah tidak disetujuinya usulan
BPN untuk membentuk Lembaga Pengelola Reforma Agra-
ria, suatu badan otorita khusus yang dirancang mengurus
segala sesuatu berkenaan dengan upaya merencanakan hing-
ga memberdayakan para penerima tanah objek land reform
dan membuat tanah-tanah yang diredistribusikan itu pro-
duktif dan bisa dikelola secara berlanjutan. Namun,
898

