Page 946 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 946

Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria 2006-2007

               pembentukan Badan yang diancangkan berbentuk “Badan
               Layanan Umum” (BLU) ini—yakni suatu jenis badan usaha
               pemerintah yang tidak ditujukan untuk kepentingan profit—
               tidak berhasil memperoleh otorisasi dari Departemen Keu-
               angan sehubungan dengan keharusan untuk menunjukkan
               bahwa badan ini tidak akan terus-menerus bergantung pada
               dana APBN, melainkan sanggup secara terus-menerus
               hidup  dari perputaran uang yang bermula dari modal awal
               yang akan diberikan pemerintah. Walhasil, ide Lembaga
               Pengelola Reforma Agraria ini kemudian dihilangkan dari
               draft RPP Reforma Agraria, yang juga belum tuntas dija-
               dikan Peraturan Pemerintah hingga Joyo Winoto diganti oleh
               Hendarman Supandji.
                   Dengan segala keterbatasan ini, pada praktiknya apa
               yang disebut Program Pembaruan Agraria Nasional oleh
               Joyo Winoto adalah suatu skema legalisasi hak atas tanah
               melalui jalur “pemberian hak di atas tanah negara”, di mana
               diagendakan sekitar 1,1 juta hektar tanah negara yang berada
               di bawah jurisdiksi BPN akan diredistribusikan kepada
               rakyat. Sumber lain untuk “redistribusi tanah” adalah “ta-
               nah-tanah terlantar”. “Tanah-tanah terlantar” adalah  tanah
               yang sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak Milik,
               Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan
               Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah, yang
               kemudian berstatus terlantar karena tidak diusahakan, tidak
               dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan
               keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar
               penguasaannya. Hasil identifikasi BPN menemukan bahwa
               luasan “tanah terlantar” tersebut mencapai 7.386.289 hektar,
               terdiri atas Hak Guna Usaha 1.925.326 ha, Hak Guna

                                                                  899
   941   942   943   944   945   946   947   948   949   950