Page 23 - Jogja-ku(dune Ora) didol: Manunggaling Penguasa dan Pengusaha Dalam Kebijakan Pembangunan Hotel di Yogyakarta
P. 23
sebagian besar pemrakarsa hotel (investor), mengincar lokasi di area
sempadan Sungai Code, dan di atas tanah Magersari milik Keraton
Yogyakarta. Konflik pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah
ini jika tidak dicari akar permasalahannya, dikemudian hari dapat
mengakibatkan konflik yang lebih luas. Rakyat kecil yang tidak
mempunyai akses akan tanah akan semakin tergeser oleh para investor
yang memiliki modal lebih banyak sedangkan pemerintah akan
selalu dihadapkan pada kenyataan yang dilematis, karena masuknya
investor perhotelan disatu sisi dapat meningkatkan pendapatan asli
daerah (PAD), namun di sisi lain memarginalkan warga masyarakat
yang semakin lama, semakin sukar mendapatkan akses tanah sebagai
sumber penghidupan yang layak. Maka pertanyaan selanjutnya,
masihkah Jogja berhati nyaman? Lalu bagaimana tindakan Pemerintah
Kota Yogyakarta untuk mengendalikan pembangunan hotel agar
tercipta Jogja, yang “seyogyanya” berhati Nyaman?
B. Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Perkotaan:
“Problem Klasik Tak Kunjung Usai”
Ruang sebagai suatu wadah bagi penghuninya merupakan suatu
kesatuan yang harus selalu ada, di dalam ruang ini manusia saling
berinteraksi, berkembang, hidup dan mencari penghidupannya.
Ruang (tanah) ini merupakan salah satu faktor yang harus selalu ada
untuk menopang kehidupan manusia, baik itu tanah sebagai tempat
tinggal maupun sebagai faktor produksi yang berdaya guna. Ruang
(tanah) luasannya tidak akan bertambah, hal ini telah disadari oleh
semua pihak, oleh karenanya kebutuhan akan ruang akan selalu
berbanding lurus dengan naiknya pertambahan jumlah penduduk
suatu wilayah. Sayangnya tidak semua orang mempunyai akses
yang sama untuk bisa menikmati ruang tersebut, masyarakat kecil
8 JOGJA-KU(DUNE ORA) DIDOL