Page 44 - MODUL TAHARAH DAN SALAT
P. 44
2. Fardu kifayah, artinya (yang penting) dilihat dari segi adanya salat itu sendiri,
bukan dilihat dari segi pelakunya. Atau (dengan bahasa lain, yang penting)
dilihat dari segi adanya sekelompok pelaku, bukan seluruh pelaku. Maka, jika
ada sekelompok orang yang melaksanakannya, berarti kewajiban melaksanakan
salat Idain itu telah gugur bagi orang lain. Pendapat ini adalah pendapat yang
terkenal di kalangan mazhab Hambali.
3. Fardu ain (kewajiban bagi tiap-tiap individu), artinya berdosa bagi siapa yang
meninggalkannya. Ini adalah pendapat mazhab Hanafiyah serta pendapat salah
satu riwayat dari Imam Ahmad.
Para pendukung pendapat pertama berdasar pada hadis dari Thalhah bin
Ubaidillah sebagai berikut:
Seorang laki-laki penduduk Nejed datang kepada Rasulullah saw., kepalanya
telah beruban, gaung suaranya terdengar, tetapi tidak bisa difahami apa yang
dikatakannya kecuali setelah dekat. Ternyata ia bertanya tentang Islam. Maka
Rasulullah saw. menjawab, “Salat lima waktu dalam sehari dan semalam”. Ia
bertanya lagi, “Adakah saya punya kewajiban salat lainnya? Rasulullah saw.
menjawab, “Tidak, melainkan hanya amalan sunah saja.” Beliau melanjutkan
sabdanya, “Kemudian (kewajiban) berpuasa Ramadan”. Ia bertanya, “Adakah
saya punya kewajiban puasa yang lainnya? Beliau menjawab, “Tidak, melainkan
hanya amalan sunah saja”. Perawi (Thalhah bin Ubaidillah) mengatakan bahwa
Rasulullah saw. kemudian menyebutkan zakat kepadanya. Iapun bertanya,
“Adakah saya punya kewajiban lainnya? “Rasulullah saw. menjawab, “Tidak,
kecuali hanya amalan sunah saja”. Perawi mengatakan, “Setelah itu orang ini
pergi seraya berkata, “Demi Allah, saya tidak akan menambahkan dan tidak akan
mengurangkan ini”. (Menanggapi perkataan orang itu) Rasulullah saw.
bersabda, “Niscaya dia akan beruntung jika ia benar-benar (melakukannya)”.
Para pendukung pendapat ini (pertama) mengatakan bahwa hadis ini menunjuk-
kan bahwa selain salat lima waktu dalam sehari dan semalam, hukumnya bukan wajib
(fardu) ain (bukan kewajiban individual). Salat Idain termasuk ke dalam keumuman
ini, yakni bukan wajib melainkan hanya sunah saja. Pendapat ini didukung oleh
sejumlah ulama di antaranya Ibnu al-Munzir dalam “Al-Ausath IV/252”.
Sedangkan pendukung pendapat kedua berpendapat bahwa salat Idain adalah
fardu kifayah (kewajiban kolektif) dengan argumentasi bahwa salat Idain adalah salat
yang tidak diawali azan dan iqamat. Karena itu, salat ini serupa dengan salat jenazah,
padahal salat jenazah hukumnya fardu kifayah. Begitu pula salat Idain juga merupakan
syi’ar Islam. Di samping itu, mereka juga berdalil dengan firman Allah dalam QS al-
Kautsar/108: 2 yang artinya: “Maka dirikanlah salat karena Rabbmu dan berkorbanlah
(karena Rabbmu).” Ayat ini berkaitan dengan perintah melaksanakan salat Idul Adha.
Mereka juga berkeyakinan bahwa pendapat ini merupakan titik gabung antara hadis
(kisah tentang) Badui Arab (yang digunakan sebagai dalil oleh pendapat pertama)
dengan hadis-hadis yang menunjukkan wajibnya salat Idain.
Sementara para pengikut pendapat ketiga berargumentasi dengan banyak dalil.
Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah mendukung pendapat ini. Beliau mengukuhkan dalil-
dalil yang menyatakan bahwa salat Idain adalah wajib ain (kewajiban individual).
Beliaupun menyebutkan bahwa para sahabat dulu melaksanakan salat Idain di padang
4