Page 46 - MODUL TAHARAH DAN SALAT
P. 46

Dari Abi Sa'id al-Khudri r.a. ia berkata, "Rasulullah saw. biasa keluar menuju
                           musalla (tanah lapang/lapangan) pada hari Idul Fitri dan Adha. Hal pertama yang
                           beliau lakukan adalah salat. Kemudian beliau berpaling menghadap manusia, di
                           mana  mereka  dalam  keadaan  duduk  di  saf-saf  mereka.  Beliau  memberi
                           pelajaran, wasiat, dan perintah. Jika beliau ingin mengutus satu utusan, maka
                           (beliau) memutuskannya. Atau bila beliau ingin memerintahkan sesuatu, maka
                           beliau memerintahkannya dan kemudian berpaling." (HR. Bukhari, Muslim, dan
                           al-Nasa`i)
                           Al-Nawawi mengatakan dalam Syarh Muslim “Hadis Abu Sa’id al-Khudri di
                     atas adalah dalil bagi orang yang menganjurkan bahwa salat Id sebaiknya dilakukan di
                     tanah lapang dan ini lebih afdal (lebih utama) daripada melakukannya di masjid. Inilah
                     yang dipraktikkan oleh kaum muslimin di berbagai negeri.
                           Ibnu al-Qayyim berkata biasanya Rasulullah saw. melakukan salat dua hari raya
                     (hari raya Fitri dan Adha) pada tempat yang dinamakan mushalla. Beliau tidak pernah
                     salat  hari  raya  di  masjid  kecuali  hanya  satu  kali,  yaitu  ketika  mereka  kehujanan.
                     Apalagi kalau dipandang dari sudut keadaan salat hari raya itu guna dijadikan syiar
                     dan semarak agama, maka lebih baik dilaksanakan di tanah lapang.
                           Ada sebagain ulama yang berpandangan yang berbeda dengan padangan di atas.
                     Mereka ini berpendapat bahwa mengerjakan salat Id di mushalla (tanah lapang) adalah
                     sunah, karena dahulu Nabi saw. keluar ke tanah lapang dan meninggalkan masjidnya,
                     yaitu Masjid Nabawi yang lebih utama dari masjid lainnya. Waktu itu masjid Nabi
                     belum  mengalami  perluasan  seperti  sekarang  ini.  Imam  al-Syafi’i  menyatakan
                     sekiranya masjid tersebut mampu menampung seluruh penduduk di daerah tersebut,
                     maka  mereka  tidak  perlu  lagi  pergi  ke  tanah  lapang  (untuk  mengerjakan  salat  Id)
                     karena salat Id di masjid lebih utama. Akan tetapi, jika tidak dapat menampung seluruh
                     penduduk, maka tidak dianjurkan melakukan salat Id di dalam masjid.
                           Imam  al-Syafi’i  dalam  hal  ini  memberika  fatwa  bahwa  jika  masjid  di  suatu
                     daerah luas (dapat menampung jama’ah), maka sebaiknya salat di masjid dan tidak
                     perlu keluar, karena salat di masjid lebih utama. Dari fatwa ini, al-Hafiz Ibnu Hajar al-
                     Asqalani membuat kesimpulan seperti berikut: “Dari sini dapat disimpulkan, bahwa
                     permasalahan  ini  sangat  bergantung  kepada  luas  atau  sempitnya  sesuatu  tempat,
                     kerana diharapkan pada hari raya itu seluruh masyarakat dapat berkumpul di suatu
                     tempat. Oleh kerana itu, jika faktor hukumnya (’illat al-hukm) adalah agar masyarakat
                     berkumpul (ijtima’), maka salat Id dapat dilakukan di dalam masjid dan melakukan
                     salat Id di dalam masjid lebih utama daripada di tanah lapang".
                           Melaksanakan salat Id hukumnya sunah, baik di masjid maupun di lapangan.
                     Akan tetapi, melaksanakannya di lapangan ataupun di masjid tidak menentukan yang
                     lebih afdal. Salat di lapangan akan lebih afdal jika masjid tidak mampu menampung
                     jama’ah. Akan tetapi, menyelenggarakan salat Id lebih utama di masjid jika masjid
                     (termasuk serambi dan halamannya) mampu menampung jama’ah. Jadi, fokus utama
                     dalam hukum salat Id ini adalah dapat berkumpulnya masyarakat untuk menyatakan
                     kemenangan, kebahagiaan, dan kebersamaan. Sebab, di antara hikmah berkumpulnya
                     kaum muslimin di satu tempat adalah untuk menampakkan kemenangan kaum mus-
                     limin, untuk menguatkan keimanan dan memantapkan keyakinan, untuk menyatakan





                                                                                                      6
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51