Page 30 - Modul - Branding Rumah Sakit
P. 30

oleh  masyarakat  dengan  meningkatnya  reputasi  rumah  sakit  tersebut  di  masyarakat.

                       Kualitas jasa layanan kesehatan dengan meningkatnya reputasi yang posited pada rumah
                       sakit dapat terlihat pada kemampuan rumah sakit tersebut mendapatkan akreditasi rumah

                       sakit,  akreditasi  mutu  pelayanan  ataupun  system  manajemen  seperti  ISO  9001,  dan
                       berbagai prestasi-prestasi lainnya yang diraih oleh rumah sakit.

                            Hambatan utama  adalah kendala internal  rumah sakit sendiri,  yaitu :  kekurangan

                       SDM  yang  berkualitas  mendukung  perbaikan  jasa  layanan  kesehatan  dan  perawatan.
                       Kekurangan  dari  system  komunikasi  internal  yang  terlambat,  terlalu  hirarki,  yang

                       berkaitan  kurangnya  kesadaran  pihak  medis  untuk  berlaku  ramah  terhadap  pasiennya.
                       Kekurangsiapan untuk meluncurkan produk baru akan mengurangi reputasi rumah sakit

                       ketika gagal menjalankan fungsi produk tersebut.


                   1.  Konteks Historis branding di Indonesia

                              Studi ini menemukan kesulitan terkait konteks historisitas branding di Indonesia.
                      Tidak banyak literatur menjelaskan dan menggali sisi kesejarahan branding di Indonesia.

                      Oleh  karena  itu,  hampir  tidak  ada  data  menyebutkan  produk  atau  lembaga  apa  yang
                      pertama kali melakukan branding. Namun demikin studi ini menemukan bahwa praktik

                      branding,  dalam  pengertian  sederhananya  telah  dilakukan  terutama  pada  masa

                      kolonialisme  Belanda  melalui  periklanan.  Industrialisme  dari  kolonialisme  Belanda
                      mendorong  fase  produksi  masal  seperti  rokok,  kosmetik,  kain  dan  perkakas  rumah

                      tangga.  Jan  Pieterzoon  Coen,  diyakini  oleh  beberapa  pakar  periklanan,  sebagai  orang
                      yang pertama kali melakukan praktik pengiklanan. Ia seorang Gubernur Jenderal Hindia

                      Belanda  pada  tahun  1619-1629.  Tokoh  ini  tidak  hanya  melakukan  pengiklanan  terkait

                      pekerjaannya  masa  itu,  namun  juga  menjadi  sumber  gagasan  bisnis  penerbitan  media
                      surat  kabar  Bataviasche  Nouvelle  pada  tahun  1744.  Iklan  pertama  yang  dilakukannya

                      terkait  dengan  perpindahan  pekerjaan  beberapa  pejabat  terasnya  ke  beberapa  daerah
                      Indonesia  (PPPI,  2015).  Para  penguhasa  Eropa,  Belanda,  yang  mendirikan  bisnis  di

                      Indonesia  mulai  melakukan  kegiatan  periklanan  secara  serius  pada  pada  tahun  1901.

                      Perusahaan  besar  bernama  Bataafsche  Petroleum  Maatschappij  dan  General  Motors
                      mengundang praktisi periklanan yang dijuluki sebagai „Tiga Serangkai‟. Tiga Serangkai

                      tersebut adalah F. Van Bemmel, Is. Van Mens, dan Vor van Deutekom. Bemmel sendiri


                                                             19
   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35