Page 3 - Janji di Ujung Jarak S1
P. 3
dengan sapaan hangat.
Asep: "Hai, Aip. Udah pulang sekolah?"
Aip: "Udah dong. Kamu sendiri gimana hari ini? Dapet panggilan kerja?"
Asep tidak pernah memberikan jawaban yang spektakuler, tetapi setiap kata-katanya selalu
membuat Aip tersenyum tanpa sadar.
Asep: "Belum ada kabar. Tapi nggak apa-apa, kayaknya ngobrol sama kamu aja udah cukup bikin
hariku seru."
Kalimat itu sederhana, tetapi bagi Aip, itu terasa seperti kejutan kecil yang membuat hatinya
berdebar. Ia tidak pernah tahu bagaimana seseorang yang baru dikenalnya bisa membuat
malamnya terasa begitu menyenangkan.
Setiap malam, Aip selalu menunggu notifikasi dari Asep. Setiap pesan, meskipun hanya sapaan
sederhana, membuatnya merasa diperhatikan. Ia bahkan mulai memikirkan topik-topik baru untuk
dibahas, hanya agar percakapan mereka bisa berlangsung lebih lama.
Namun, di tengah perasaan bahagia itu, Aip menyimpan pertanyaan besar dalam benaknya: Apa
yang sebenarnya aku rasakan?
Menjalin Kedekatan
Hari-hari Aip kini terasa berbeda. Sejak percakapan pertama dengan Asep, ia merasa
ada sesuatu yang selalu dinantikan setiap malam. Setelah menyelesaikan tugas-tugas sekolah, hal
pertama yang ia lakukan adalah membuka Facebook, berharap melihat notifikasi pesan dari Asep.
Awalnya, percakapan mereka hanya berkisar pada hal-hal ringan. Namun, seiring waktu, mereka
mulai berbagi cerita yang lebih personal.
Asep: "Aip, di sekolah kamu ada pelajaran yang paling kamu suka nggak?"
Aip: "Hmm, aku suka banget pelajaran seni. Kayaknya belajar gambar atau bikin prakarya tuh bikin
hati tenang, hehe."
Asep: "Wah, keren. Aku nggak jago seni sih, paling gambarku mentok di stickman, haha."
Aip: "Hihi, aku juga nggak jago banget kok. Tapi menurutku seni itu lebih ke gimana kita nikmatin
prosesnya, bukan hasilnya."
Asep: "Ah, pantes. Orangnya halus banget. Aku suka cara kamu mikir, beda aja."
Percakapan itu terasa ringan, tetapi hati Aip berdebar membaca kalimat terakhir dari Asep. Ia
merasa dihargai, bahkan untuk hal kecil seperti pendapatnya.
Suatu malam, percakapan mereka mulai menyentuh hal-hal yang lebih pribadi.
Asep: "Eh, Aip, aku penasaran. Kenapa diusia yang seharusnya kamu lulus sekolah tapi kamu malah