Page 201 - Ayah - Andrea Hirata
P. 201

188 ~ Andrea Hirata


              Ukun dan Tamat sering ke Belantik karena mereka pun

          telah jatuh hati kepada anak itu.
              “Ini Pak Cik Ukun,” Sabari mengenalkan Ukun kepada
          Zorro.

              “Om Ukun,” kata Ukun mengoreksi.
              Sabari menoleh kepada Tamat. “Om Tamat.”
              Dengan bersemangat Sabari bercerita bahwa pada
          umur lima bulan anaknya sudah bisa duduk, umur enam bu-
          lan sudah bisa merangkak.

              “Bagaimana logikanya?” tanya Tamat.
              “Anak kecil duduk dulu, baru merangkak.”
              “Bisa saja, bagaimana dia mau beristirahat kalau dia le-

          lah merangkak, tentu dia akan duduk,” bantah Sabari. Benar
          juga.
              “Tidak mungkin itu.” Ukun memihak Tamat.
              “Kalau anak kecil lelah waktu merangkak, ya dia akan
          diam saja, diam di tempat seperti kambing parkir.” Masuk

          akal.
              Sabari tak terima. “Yang punya anak aku, bukan kalian!
          Yang tahu aku. Bagaimana kalian bisa tahu, pacar saja tidak

          punya, membaca novel tidak pernah!”
              “Cabut kata-katamu, Boi! Apa hubungannya anak bisa
          duduk dengan novel?!” Ukun panas.
              Sebagaimana biasa, meletuslah debat kusir. Ukun pasti
          memihak Tamat. Dua lawan satu.
   196   197   198   199   200   201   202   203   204   205   206