Page 196 - Ayah - Andrea Hirata
P. 196

Ayah ~ 183


            gemaskan itu berkarisma. Jika dia menangis, tangisnya keras

            bukan  kepalang sehingga kayu-kayu  yang menopang  atap
            rumbia menggeletar. Paku-pakunya mau copot. Jika dia men-
            jerit mau minum susu, tikus-tikus kabur ketakutan. Namun,
            jika dia tertawa, tikus-tikus ngerem mendadak, ingin menyi-
            mak tawanya yang lucu. Burung kutilang di sekitar rumah

            seakan  ikut tertawa. Zorro menatap  langit-langit,  dengan
            matanya yang berkilau macam kelereng, mulutnya berbunyi
            ba ... ba ... ba ... sambil menunjuk cicak. Cicak berkerumun
            memperhatikannya.
                 Betapa Sabari menyayangi Zorro. Ingin dia memeluk-
            nya sepanjang waktu. Dia terpesona melihat makhluk kecil
            yang sangat indah dan seluruh kebaikan yang terpancar da-
            rinya. Diciuminya anak itu dari kepala sampai ke jari jemari

            kakinya yang mungil. Kalau malam, Sabari susah tidur lan-
            taran membayangkan bermacam rencana yang akan dia la-
            lui dengan anaknya jika besar nanti. Dia ingin mengajaknya
            melihat pawai 17 Agustus, mengunjungi pasar malam, mem-
            belikannya mainan, menggandengnya ke masjid, mengajari-

            nya berpuasa dan mengaji, dan memboncengnya naik sepeda
            saban sore ke taman balai kota.
                 Sabari terjerumus ke dalam dunia baru yang membuat-
            nya terpukau setiap hari. Satu dunia yang dulu sering diba-
            yangkannya, tetapi dalam kenyataan ternyata jauh berlipat-
            lipat pesonanya. Ayah di dalam dirinya melonjak-lonjak, tak

            sabar ingin memperlihatkan diri pada dunia.
   191   192   193   194   195   196   197   198   199   200   201