Page 277 - Ayah - Andrea Hirata
P. 277

264 ~ Andrea Hirata


          nanti  akan diperbanyaknya, lalu ditempelkannya di mana-

          mana.
              “Oh, cerdas sekali, Boi.” Ibu bersemangat dan cepat-
          cepat mengambil kertas gambar dan pensil-pensil berwarna.
          Dipasangnya kertas di dudukan lukisan, pensil di tangan. Sa-
          bari duduk di sampingnya.

              “Ojeh, Boi, sila ceritakan dengan teliti bagaimana ben-
          tuk muka kucing itu, warnanya, pola belangnya, bentuk muka-
          nya, matanya, telinganya, hidungnya, mulutnya, semuanya.”
          Sabari menatap Bu Woeri lalu melemparkan pandangannya
          ke luar jendela.
              “Mukanya ...,” katanya pelan.
              “Mukanya agak lonjong.”
              Bu Woeri segera menggoreskan pensil dan menggambar

          satu bentuk muka kucing.
              “Maaf, pipi dan dagunya tidak seperti itu, Bu, agak se-
          perti ini.” Sabari menggambarkan bentuk dengan kedua ta-
          ngannya. Bu Woeri membuat penyesuaian dan tak suka kare-
          na bentuk muka itu mirip muka manusia, bukan muka kucing.

          Namun, didiamkannya, biarlah diperbaiki kemudian.
              “Telinganya, Boi?”
              “Telinganya kecil.”
              Ibu menggambar dua telinga.
              “Hidungnya?”
              “Hidungnya juga kecil, tapi panjang.”
              Lincah tangan Ibu menggaris gambar hidung.
   272   273   274   275   276   277   278   279   280   281   282