Page 16 - Sejarah Nasional Indonesia
P. 16

tradisional  (Najamuddin,  2018).  Banyak  kerajaan  lokal  yang  semula
            berdaulat  mengalami  pengurangan  kekuasaan  mereka,  karena
            Belanda  menerapkan  kebijakan  devide  et  impera  (politik  pecah
            belah) untuk menguasai wilayah Nusantara (J., 2018). Para raja dan
            sultan  sering  kali  dijadikan  penguasa  boneka  yang  tunduk  pada
            kepentingan  Belanda,  yang  mengurangi  kedaulatan  politik  lokal
            (Muhajir,  2018).  Struktur  birokrasi  kolonial  juga  diperkenalkan,  di
            mana  kontrol  pemerintahan  terpusat  pada  Belanda,  sementara  elit
            lokal  tetap  diberi  kekuasaan  terbatas  sebagai  perantara  (Irsyam,
            2018).
                  Eksploitasi ekonomi oleh Belanda sangat terasa melalui sistem
            tanam  paksa  (cultuurstelsel)  yang  diberlakukan  pada  abad  ke-19
            (Fadilah  et  al.,  2023).  Sistem  ini  memaksa  petani  lokal  untuk
            menanam tanaman ekspor, seperti kopi, gula, dan lain-lain yang alih-
            alih tanaman pangan untuk kebutuhan sendiri (Nuralia, 2020). Hal ini
            menyebabkan penurunan kesejahteraan rakyat, karena lahan subur
            yang  sebelumnya  digunakan  untuk  pertanian  lokal  dialihkan  ke
            produksi komoditas yang menguntungkan Belanda (Sjah et al., 2022).
            Selain  itu,  eksploitasi  sumber  daya  alam  yang  besar-besaran
            mengubah  struktur  agraris  masyarakat,  menciptakan  kesenjangan
            sosial-ekonomi yang lebih lebar antara elite lokal yang bekerja sama
            dengan Belanda dan masyarakat petani yang miskin (Wihardyanto &
            Rahmi, 2020).

                  Reaksi  masyarakat  Nusantara  terhadap  kolonialisme  sangat
            bervariasi,  mulai  dari  perlawanan  bersenjata  hingga  pergerakan
            diplomatik  (Soemardjan,  1963).  Banyak  pemberontakan  lokal  yang
            meletus,  seperti  Perang  Diponegoro  (1825-1830)  dan  Perang  Aceh
            (1873-1904), yang menunjukkan ketidakpuasan masyarakat terhadap
            kebijakan-kebijakan kolonial (Rahman, 2007). Namun, di akhir abad
            ke-19, muncul pergerakan intelektual dan nasionalis yang dipelopori


                 La Ode Muhammad Rauda Agus Udaya Manarfa, S.Sos, M.Si.  7
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21