Page 190 - Sejarah Nasional Indonesia
P. 190
individualis dan bersekat karena rasa traumatik akibat penjarahan,
pembakaran, pemerkosaan terutama mereka orang-orang keturunan
tionghoa yang banyak menjadi korban (Sirot & Atmaja, 2020).
Dalam setahun jabatannya Habibie berjalan dengan tuntutan
kebebasan pers, reformasi UU, dan desakan agar segera
melaksanakan pemilu pada 7 juni 1999 (Attahara, 2017). Desakan ini
muncul karena ada kekhawatiiran publik bahwa presiden B.J.Habibie
masih kroni dari rezim orde lama sehingga agenda reformasi tidak
dapat terlaksana. Hal ini terlihat dari melunaknya sikap para elit-elit
politik terhadap pemerintahan transisi, berbeda dengan sikap Ketika
Soeharto masih menjadi presiden (Suparno, 2012). Habibie yang
memiliki mandat pemerintahan transisional berkonsentrasi dalam
upaya mendorong sesegera mungkin reformasi dengan membentuk
komite atau panitia pelaksanaan pemilihan umum yang demokratis.
Setelah melalui berbagai tahapan persiapan seperti
menghasilkan UU No. 2 tahun 1999 tentang partai politik, UU No.3
tahun 1999 mengenai pemilu, dan UU No. 4 1999 mengenai susunan
dan kedudukan DPR, MPR, DPRD I, DPRD II, pendaftaran partai politik
serta seleksi partai politik, pemilu demokratis pertama dilaksanakan
secara serentak pada 7 Juni 1999. Pemilu ini berjalan dengan damai
dengan lima pemenang partai politik dari 48 partai yang ikut sebagai
peserta. Kelima partai tersebut dengan suara teratas adalah PDI-P,
Golkar, PKB, PPP, dan partai PAN. Tanggal 20 Oktober 1999
Abdurahman Wahid (PKB) terpilih menjadi presiden, dan sehari
setelahnya Megawati Soekarno Putri terpilih menjadi wakil presiden,
dan MPR diketua oleh Amin Rais yang terpilih dihari berikutnya.
Dengan terpilihnya presiden dan wakil presiden baru melalui pemilu
yang demokratis masa pemerintahan transisi B.J.habibie berakhir
(Ardiantoro, 2022).
Rezim Habibie juga berupaya tampil reformis di bawah
ketidakpercayaan public dengan kebijakannya memberikan
Oleh: Ahmad, S.Pd., M.Pd. 181

