Page 35 - Sejarah Nasional Indonesia
P. 35
Pada masa ini, manusia sudah mampu melebur besi dari
bijihnya, meski prosesnya lebih sulit daripada tembaga dan perunggu
karena memerlukan suhu sekitar 3500 °C. Masyarakat Indonesia
mulai mengenal logam, termasuk campuran tembaga dan timah,
yang dibuktikan dengan penemuan benda-benda perunggu di
berbagai wilayah. Beberapa benda tersebut dibuat dengan cetakan
sederhana dari batu atau tanah liat. Perkembangan teknologi ini
menunjukkan bahwa manusia mulai memanfaatkan logam untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Zaman logam di Indonesia
didominasi oleh perunggu, sementara alat-alat besi ditemukan dalam
jumlah terbatas, dan kebudayaan Megalitikum dengan batu besar
berkembang di antara zaman Neolitikum dan zaman logam(Syafei,
2020).
Hal ini berarti bahwa pada periode ini, besi mulai digunakan
secara luas dalam kehidupan sehari-hari, menggantikan perunggu
dalam pembuatan alat-alat dan senjata. Besi yang lebih kuat dan
tahan lama dari perunggu, memberikan manfaat besar dalam bidang
pertanian, perburuan, dan peperangan. Alat-alat seperti cangkul,
bajak, tombak, dan pedang dari besi membantu meningkatkan
produktivitas dan efisiensi masyarakat dalam berbagai kegiatan.
Penguasaan teknologi pembuatan besi, termasuk penempaan dan
pengendalian suhu, memungkinkan terciptanya peralatan yang lebih
baik dan kompleks.
Perkembangan teknologi besi juga membawa perubahan besar
dalam struktur sosial. Orang-orang yang memiliki akses dan
keterampilan dalam memproduksi alat-alat dari besi mulai
menduduki posisi penting dalam masyarakat. Besi menjadi komoditas
berharga yang mempengaruhi distribusi kekayaan dan kekuasaan,
memperkuat stratifikasi sosial. Para pemimpin dan penguasa, yang
memiliki akses lebih besar terhadap teknologi besi, biasanya memiliki
Suharni Suddin, S.Pd., M.Pd. 26

