Page 33 - Sejarah Nasional Indonesia
P. 33
perdagangan, maupun struktur sosial. Menurut (Syafei, 2020)Pada
Zaman Perunggu, yang diperkirakan dimulai sekitar 500 SM hingga
awal Masehi, bangsa Deutro Melayu mulai memasuki wilayah
Indonesia secara bergelombang melalui jalur barat. Kebudayaan
mereka lebih maju dibandingkan dengan kebudayaan bangsa Proto
Melayu, terutama dalam penggunaan logam, seperti perunggu dan
besi. Kebudayaan bangsa Deutro Melayu ini sering disebut sebagai
Kebudayaan Dong Son, yang dinamai berdasarkan sebuah
kebudayaan di daerah Tonkin, tempat asal mereka, yang memiliki
kesamaan dengan kebudayaan di Indonesia. Beberapa hasil
kebudayaan perunggu yang penting di Indonesia, seperti kapak
corong atau kapak sepatu, nekara, dan bejana perunggu,
mencerminkan kemajuan teknik dan budaya pada masa itu.
Manusia mulai mengembangkan teknik pembuatan peralatan
dari campuran tembaga dan timah, yang dikenal sebagai perunggu.
Artefak-artefak ini, termasuk bejana perunggu, nekara, dan moko,
ditemukan di berbagai wilayah Indonesia, menunjukkan kemampuan
teknis dan artistik masyarakat setempat. Bejana perunggu sering
digunakan dalam upacara ritual atau sebagai simbol status sosial,
sementara nekara, sebuah drum besar dari perunggu, memiliki peran
penting dalam upacara keagamaan. Moko, yang banyak ditemukan di
wilayah timur Indonesia, berfungsi sebagai alat pembayaran dan
simbol sosial dalam upacara adat. Teknik cetak lilin hilang yang
digunakan dalam pembuatan benda-benda perunggu ini
menunjukkan tingkat kemajuan teknologi yang mengesankan untuk
zamannya. Menurut (Syafei, 2020) ada dua jenis teknik pembuatan
alat logam, yaitu menggunakan cetakan batu yang disebut bivalve
dan cetakan tanah liat serta lilin yang dikenal sebagai acire perdue.
Periode ini juga dikenal sebagai masa Perundagian, karena dalam
masyarakat muncul golongan undagi, yaitu kelompok yang terampil
Suharni Suddin, S.Pd., M.Pd. 24

