Page 139 - Pribadi dan martabat Buya Hamka isi set2 170109.indd
P. 139

Pribadi dan Martabat Buya Hamka
             http://pustaka-indo.blogspot.com
                 penampilannya pun harus gagah. Ini menyangkut  muru’ah
                 ulama juga,”ujar Ayah dengan wajah serius.

                     Adapun jubah yang dipakainya adalah miliknya sendiri
                 yang selalu tersimpan rapi. Serbannya bersih, begitu pun
                 sarung yang dipakainya. Bukan barang inventaris masjid yang
                 dipakai berganti-ganti oleh kha tib-khatib yang naik mimbar
                 setiap shalat Jumat. Ada beberapa orang khatib di masjid itu,
                 tapi sahabatnya, K.H. Fakih Usman mengusulkan supaya
                 Ayah lebih sering naik mimbar dan membahas ketauhidan,
                 agar jamaah tidak hanyut dalam indok trinasi “Manipol
                 Usdek” yang sangat gencar waktu itu.
                     Semakin hari jamaah masjid  Agung  Al-Azhar tambah
                 ramai. Dan orang-orang Betawi yang tadinya curiga melihat
                 “orang gedongan dari seberang”, yang tidak bermazhab
                 dan sebagainya, mulai biasa bergaul di masjid itu untuk
                 mendengar pengajian-pengajian Ayah. Suasana kekeluargaan
                 antara para jamaah benar-benar terjalin dengan mesra. Kalau
                 pada mu lanya ada orang-orang yang entah kenapa membuka
                 celana kolornya dan menggosok gigi dengan akar kayu
                 siwak sebelum shalat, hingga menimbulkan jijik orang-orang
                 gedongan, sekarang sudah tidak ada lagi.

                     “Kenapa Anda membuka celana kolor di masjid. Kenapa
                 tidak memakai kolor yang bersih dari rumah. Gosok gigi dulu
                 di rumah sebe lum datang ke masjid?” tegur Ayah.
                     “Hei itu! Pakai baju kalau duduk bersama jamaah di
                 masjid,” ka tanya kepada orang-orang yang entah kenapa suka
                 bertelanjang dada di masjid. Tidak hanya itu. Mereka yang
                 kebanyakan bekas-bekas kuli atau pekerja kasar ketika masjid
                 dibangun, lalu menetap di masjid itu menunggu pekerjaan
                 lain, mendapat perhatian Ayah.

                 122                                          pustaka-indo.blogspot.com





                                                                         1/13/2017   6:18:52 PM
         Pribadi dan martabat Buya Hamka isi set2 170109.indd   122
         Pribadi dan martabat Buya Hamka isi set2 170109.indd   122      1/13/2017   6:18:52 PM
   134   135   136   137   138   139   140   141   142   143   144