Page 169 - Memahami-Bidah-Secara-Komprehensif
P. 169
Memahami Makna Bid‟ah | 167
mereka berbeda pendapat, demikian pula sebaliknya Ali tidak
pernah mengatakan hal seperti itu kepada „Umar.
Demikian pula para ulama ahli ijtihad yang lain seperti al-
Imam Abu Hanifah, al-Imam Malik, al-Imam asy-Syafi‟i, al-Imam
Ahmad bin Hanbal, al-Imam Ibnu al-Mundzir, al-Imam Ibnu Jarir
ath-Thabari dan para Imam Mujtahid lainnya. Mereka juga tidak
pernah melarang orang untuk mengikuti madzhab orang lain
selama yang diikuti memang seorang ahli ijtihad. Mereka juga tidak
pernah berambisi mengajak semua ummat Islam untuk mengikuti
pendapatnya. Mereka tahu betul bahwa perbedaan dalam
masalah-masalah furu‟ telah terjadi sejak awal di masa para sahabat
Nabi, dan mereka tidak pernah saling menyesatkan atau melarang
orang untuk mengikuti salah satu di antara mereka. Dalam
berbeda pendapat, mereka berpegang pada sebuah kaedah yang
disepakati :
190
ِ ِ ِ
ِ َ ويَ لعَعمجمْ لاَرَ كنػكَاَ نمإوَويفَفَ لػتخمْ لاَرَ كنػكَىا
ْ
ْ َ
ْ َ ُ َ ْ ُ ُ ُ
َ ْ ُ َْ ُ ُ ُ
“Tidak diingkari orang yang mengikuti salah satu pendapat para
Mujtahid dalam masalah yang memang diperselisihkan hukumnya
(mukhtalaf fih) di kalangan mereka, melainkan yang diingkari
adalah orang yang menyalahi para ulama Mujtahid dalam masalah
yang mereka sepakati hukumnya (mujma‟ „alayhi)”.
Maksud dari kaedah ini bahwa jika para ulama Mujtahid
berbeda pendapat tentang suatu permasalahan, ada yang
mengatakan wajib, sunnah atau makruh, haram, atau boleh dan tidak
boleh, maka tidak dilarang seseorang untuk mengikuti salah satu
pendapat mereka. Tetapi jika hukum suatu permasalahan telah
mereka sepakati, mereka memiliki pendapat yang sama dan satu
190 Lihat as-Suyuthi, al Asybaah wa an-Nazha-ir, h. 107, Syekh Yasin al-
Fadani, al-Fawa-id al-Janiyyah, h. 579-584.