Page 165 - Memahami-Bidah-Secara-Komprehensif
P. 165

Memahami Makna Bid‟ah | 163

            Kaedah Ke Tiga: Tidak Ada Keharusan Banyak Dalil

                   Dalam  menetapkan  hukum  suatu  permasalahan  tidak
            diharuskan ada banyak dalil; berupa beberapa ayat atau beberapa
            hadits misalnya. Jika memang sudah ada satu hadits saja misalnya
            dan para Mujtahid menetapkan hukum berdasarkan hadits tersebut
            maka hal itu sudah cukup.



            Kaedah Ke Empat: Kebebasan Mengikuti Imam Mujtahid
                   Dalam praktek istidlal sering dijumpai adanya hadits yang
            diperselisihkan status dan ke-hujjah-annya di kalangan para ulama
            hadits sendiri. Perbedaan penilaian terhadap suatu hadits inilah
            salah  satu  faktor  penyebab  terjadinya  perbedaan  pendapat  di
            kalangan para ulama Mujtahid. Seandainya bukan karena hal ini,
            niscaya  para ulama tidak akan berbeda pendapat dalam sekian
            banyak masalah furu‟ dalam bab ibadah dan mu‟amalah.
                   Oleh  karenanya,  jika  ada  hadits  yang  statusnya  masih
            diperselisihkan di kalangan para ahli maka sah-sah saja jika kita
            mengikuti salah seorang ulama hadits, apalagi jika yang kita ikuti
            betul-betul ahli di bidangnya seperti Ibnu Hibban, Abu Dawud,
            at-Tirmidzi,  al-Hakim,  al-Bayhaqi,  an-Nawawi,  al-Hafizh  Ibnu
            Hajar, as-Sakhawi, as-Suyuthi dan semacamnya. Karena memang
            menurut para ulama hadits sendiri, Hadits itu ada yang muttafaq
            „ala shihhatihi dan ada yang mukhtalaf fi Shihhatihi .
                                                          186
                   Dari  penjelasan  ini  diketahui  bahwa  jika  ada  sebagian
            kalangan  yang  mengira  bahwa  hanya  mereka yang mengetahui
            hadits yang sahih dan hanya mereka yang memiliki hadits yang
            sahih, hadits yang ada pada mereka saja yang sahih dan semua

                   186   Lihat  as-Suyuthi,  al-Hawi  li  al-Fataawi,  j.  2,  h.  210,  dalam  risalah
            Bulugh al-Ma‟mul fi Khidmah ar-Rasul.
   160   161   162   163   164   165   166   167   168   169   170