Page 163 - Memahami-Bidah-Secara-Komprehensif
P. 163

Memahami Makna Bid‟ah | 161

            ketiadaan  cela  dalam  meninggalkan  hal  tersebut.  Sedangkan
            pengharaman atau pengenaan kemakruhan terhadap al-Matruk itu
            tidak ada padanya, apalagi dalam hal yang tentangnya terdapat
            dalil umum dan global dari syara‟; seperti doa misalnya”.

                   Al-Imam al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam Fath al-
            Bari Syarh al-Bukhari menuliskan:
                                ِ
                                             ِ ِ
                                                       ِ ٍ
                      َ وكرػتَاَ ذكو
                       ُ َ َ
                  َ  - َ َىا  ُ ْ  َ – َِ نئارقلاَِ نعَدر َ ضَٕاذإَؿوسرلاَلعفَ:ؿا  طبَنباَ َ ؿاق َ
                                      َ َ َ َ
                                  َ

                                                      ْ
                                                ُْ
                                                            َ ُ ْ
                                                     ُ
                                 َ
                                                       ٍ
                                                                 ُّ
                                                  ٍِ
                                               ػىاَ. َ ير َ طٖوَبوجوَىَ لعَؿدك َ
                                                   ْ ْ
                                                               َ ُ
                                                     َ
                                                         ُْ ُ
            “Ibnu Baththal mengatakan: Perbuatan Rasulullah jika tidak ada
            qarinah  lain  --demikian  pula  tark-nya--  tidak  menunjukkan
                                       185
            kewajiban dan keharaman”.
                   Jadi perkataan al-Hafizh Ibnu Hajar “Wa kadza tarkuhu”
            menunjukkan  bahwa  at-tark  saja  (Mujarrad  at-tark)  tidak
            menunjukkan pengharaman.

            Kaedah Ke Dua: Keumuman Dalil-dalil
                   Masalah: “Sebagian kalangan sering mengatakan ketika
            melihat orang melakukan suatu amalan: “Ini tidak ada dalilnya!!”,
            dengan maksud tidak ada ayat al-Qur‟an atau hadits Nabi khusus
            yang berbicara tentang masalah tersebut”. Sehingga, orang seperti
            ini  dalam segala sesuatu menuntut adanya  dalil, dari al-Qur‟an
            atau dari hadits”.
                   Jawab: Dalam Ushul Fiqh dijelaskan bahwa jika sebuah
            ayat atau hadits dengan keumumannya mencakup suatu perkara,
            itu menunjukkan bahwa perkara tersebut  masyru‟. Jadi keumuman




                   185  Ibnu Hajar, Fath al-Bari, j. 9, h. 14
   158   159   160   161   162   163   164   165   166   167   168