Page 29 - Memahami-Bidah-Secara-Komprehensif
P. 29
Memahami Makna Bid‟ah | 27
“kebanyakan bid‟ah itu sesat”. Para ahli bahasa berkata; “Bid‟ah
adalah segala sesuatu diperbuat tanpa ada contoh sebelumnya”.
Para Ulama berkata: Bid‟ah ada lima bagian; bid‟ah wajib, mandub
(dianjurkan/sunnah), haram, makruh dan bid‟ah mubah. Dari bid‟ah
wajib, seperti menegakan dalil-dalil oleh para teolog (ulama
Ushul/al-mutakallimin) untuk membantah orang-orang sesat/kafir,
para ahli bid‟ah (sesat), dan semacamnya. Dari bid‟ah mandub,
seperti menyusun kitab-kitab berisi ilmu-ilmu (agama),
membangun sekolah-sekolah dan rubat-rubat, dan lainnya. Dari
bid‟ah mubah, seperti melapangkan/variatif dalam makanan dan
lainnya. Adapun bid‟ah haram dan makruh maka jelas
pemaahamannya. Setelah jelas apa yang aku sebutkan maka dapat
diketahui bahwa hadits di atas termasuk dari teks yang memiliki
redaksi umum; tetapi telah dikhususkan („am makhshusuh).
Demikian pula pemahaman beberapa hadist yang serupa itu.
Pemahaman ini dikuatkan dengan perkataan „Umar –semoga ridla
Allah senantiasa tercurah baginya--; “(Shalat Tarawih) Ini adalah
sebaik-baiknya bid‟ah”. Redaksi “Kullu bid‟ah” (makna zahirnya;
“Semua bid‟ah”) dalam hadits di atas tidak mencegah adanya hadits
ini sebagai hadits „am makhshush. [Artinya] Hadits tersebut tetap
dimasuki takhshish (pengkhususan). Seperti dalam makna firman
21
Allah: “Tudammiru Kulla Syai‟” (QS. al-Ahqaf: 25).
Angin siksaan yang menimpa kaum „Ad, --yang dimaksud
ayat QS. al-Ahqaf: 25 tersebut--, menghancurkan “segala sesuatu”
[Kulla Sya‟i]; yang dimaksud adalah harta benda mereka, bukan
mutlak segala sesuatu. Terbukti langit dan bumi hingga sekarang
masih ada.
Di bagian lain dari kitab al-Minhaj, al-Imam an-Nawawi
menuliskan sebagai berikut:
21 َ An-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, j. 6, h. 154