Page 40 - Modul Sejarah Lokal Tokoh Perjuangan Lampung
P. 40
29
pengakuan kedudukan dan justru bersekutu dengan Daeng Rajah di Tulang Bawang
serta Seputih. Ia menuntut kebebasan perdagangan rempah-rempah dan kekuasaan
penuh atas Lampung. Sikap ini dianggap keras kepala oleh Belanda, tetapi kekuatan
Raden Intan I tidak bisa diabaikan. Akhirnya, pada Juni 1817 Asisten Residen Belanda
menemui Raden Intan I di Kalianda, dan dari pertemuan itu lahirlah beberapa
kesepakatan penting.
1. Raden Intan I bersedia mengakhiri jalan kekerasan dan bersedia membantu
pemerintah
2. Raden Intan I akan diakui kedudukannya sebagaimana pada zaman
pemerintahan Daendels
3. Raden Intan I mendapat pensiun sebesar f. I. 200- setahun sedangkan
saudaranya masing-masing f.600,- setahun.
Tetapi masa damai ini hanya sebentar. Keadaan kembali meruncing dan pemerintah
Belanda menempuh jalur kekerasan. Pada bulan Desember 1825 perwakilan Belanda
yang berkedudukan di Teluk Betung bersama Letnan Misonius dengan kekuatan 35
orang serdadu dan 7 opas datang ke Negara Ratu dengan maksud menangkap Raden
Intan I untuk di bawa ke Teluk Betung. Rupanya Raden Intan I dalam keadaan sakit.
Beliau meminta waktu dua hari sebelum dibawa ke Teluk Betung. Sementara itu
Lelievre dan pasukannya beristirahat di Negara Ratu. Namun pada pagi hari 13
Desember 1825 tiba-tiba Raden Intan I bersama dengan masyarakat Lampung
menyerang perkemahan orang-orang Belanda, mereka terpaksa pulang ke Teluk
Betung tanpa Raden Intan I (Mujiyati, 2017).
Namun tiga tahun kemudian tepatnya pada Tahun 1828 Raden Intan I wafat dan
digantikan oleh Raden Imba II. Selama penyerangan yang dilakukan oleh Raden Intan
I sampai beliau wafat tidak ada tindakan apapun dari Belanda untuk memberi serangan
balasan kepada masyarakat Lampung. Hal tersebut terjadi karena di tanah Jawa juga
terjadi perlawanan yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro sehingga perhatian
Belanda terpusat di tanah Jawa.

