Page 45 - Modul Sejarah Lokal Tokoh Perjuangan Lampung
P. 45
34
perdagangan lada yang tidak berjalan dengan baik. Selain itu Belanda tidak dapat
meraih simpatik masyarakat Lampung melalui kepala-kepala marga. Pada Tahun 1818
beberapa Residen Belanda dikirim untuk menertibkan keadaan namun mengalami
kegagalan. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Lampung tidak dapat dikuasai
begitu saja oleh pemerintah kolonial.
Pada tanggal 6 Januari 1828 pemerinta Belanda mengirimkan 32 pasukan dari Teluk
Betung untuk menyelidiki kedudukan Bathin Mangunang, namun pasukan Bathin
Mangunang menyambutnya dengan sebuah perlawanan. Hal yang lebih
menggelisahkan Belanda adalah daerah Kalianda dan Teluk Semangka masih dalam
penguasaan Bathin Mangunang sehingga Belanda merasa perlu untuk melakukan
perbaikan dalam hal pemerintahannya di wilayah Lampung. Beberapa kali Bathin
Mangunang mendapat panggilan dari pembesar Belanda tetapi selalu menolak untuk
datang, hal itu karena Bathin Mangunang merasa bahwa sudah saatnya untuk
mempersiapkan perlawanan dengan masyarakat Lampung terhadap Belanda dan bukan
saatnya lagi untuk mematuhi atau berunding demi kepentingan Belanda.
Pada Tahun 1829 dengan surat keputusan no 19 Belanda ingin memindahkan
pemerintahannya dari Teluk Betung ke Terbanggi namun hal itu terhalang akibat
Bathin Mangunang, Paksi Benawang dan Raden Imba II yang tetap menguasai keadaan
sehingga menghambat tujuan Belanda tersebut. Baru pada Tahun 1832 pemindahan
pemerintahan Belanda tersebut dapat terlaksana. Di sisi lain Belanda terus berusaha
mendesak kedudukan Bathin Mangunang dengan mengirimkan beberapa ekspedisi
untuk menyerang namun beberapa kali mengalami kegagalan, meskipun pada ahirnya
perlawanan masyarakat Lampung yang dipimpin Bathin Mangunang dapat dikalahkan
oleh Belanda. Bathin Mangunang meninggal dunia saat akan dibawa ke Timor bersama
Raden Imba II. Meninggalnya Bathin Mangunang dan Dibuangnya Raden Imba II
menyebabkan perlawanan masyarakat Lampung terhenti, namun hal ini berlangsung
hanya beberapa waktu saja, karena setelah perlawanan Raden Imba II di patahkan oleh
Belanda, keturunan Raden Imba II yaitu Raden Intan II setelah dewasa kemudian
melanjutkan memimpin perlawanan di Lampung (Novita Mujiyati, 2016: 63).

