Page 8 - Panti Para Arwah
P. 8
Aku tersentak saat mendengar suara sesuatu yang
dibenturkan di pintu kamarku. Hujatan, cacian, dan
segala kutukan keluar dari mulut Bapak. Suara tangisan
Ibu terdengar dekat ketika ia bersandar di depan pintu
kamarku.
Hanya pintu itu yang menjadi pembatas antara aku
dan Ibu. Aku hanya bisa menangis sambil menyandar-
kan dahiku ke pintu kamar dan terus memanggil Ibu
tanpa henti.
Setelahnya, aku tidak tahu apa yang terjadi. Tiba-
tiba, suasana menjadi hening. Tak ada yang membalas
teriakanku. Aku pun tertidur akibat kelelahan karena
tidak berhenti menangis. Dan malam itu menjadi
malam yang mengutuk kehidupanku.
Aku terbangun ketika mendengar ada seseorang
membuka paksa pintu kamarku. Keadaan di luar sudah
ramai, tetapi aku tidak melihat di mana keberadaan Ibu
dan Bapakku. Aku tidak berhenti memanggil mereka.
Namun, yang mendatangiku bukan Ibu atau Bapak,
tetapi Bu Sum, tetanggaku. Ia seorang janda lanjut usia
yang menghampiriku dan langsung memelukku sambil
menangis.
2