Page 36 - The Bravest Shahabah
P. 36
THE BRAVEST SHAHABAH | 20
Rasulullah ﷺ sangat menghormati perjanjian atau kesepakatan
yang dibuat dengan suatu pihak. Beliau tidak pernah melanggar
perjanjian atau membuka peluang terjadinya pelanggaran. Contohnya,
Abu Rafi—pembantu Nabi—bertutur bahwa dia pernah diutus oleh
kaum Quraisy untuk menemui Nabi. Dia bercerita, “Begitu melihat beliau,
hatiku langsung terpaut pada Islam. Aku berkata pada Nabi, ‘Wahai
Rasulullah, aku tidak akan kembali kepada mereka.’ Beliau menjawab,
‘Tapi, aku tidak mau melanggar janji dan menahan utusan. Kembalilah
kepada mereka. Meskipun hatimu seperti sekarang, kembalilah!’”
Contoh lain adalah ketika juru tulis Rasulullah ﷺ telah menuliskan
Perjanjian Hudaibiah, Abu Jandal datang melompat-lompat dengan
tubuh terikat menyatakan masuk Islam. Namun, demi komitmen pada
kesepakatan Hudaibiah, beliau mengembalikan Abu Jandal kepada
kaum musyrik. Beliau paham bahwa kaum musyrik akan menyiksa Abu
Jandal sehingga beliau meminta Abu Jandal untuk bersabar. Rasulullah
ﷺ memberi pengertian mengenai posisi beliau yang telah terikat dalam
suatu persetujuan yang tidak boleh dilanggar. Lantas dengan alasan
yang sama, Rasulullah ﷺ juga mengembalikan Abu Rafi dan Abu Bashir.
Saat membuat perjanjian, Rasulullah ﷺ sangat memperhatikan
hal-hal formal. Beliau menuntut adanya saksi dari masing-masing
pihak yang membuat perjanjian dan menyalin naskahnya, seperti pada
Perjanjian Damai Hudaibiah. Hal ini kemudian menjadi dasar bagi setiap
penulisan naskah perjanjian bahwa masing-masing pihak membutuhkan
naskah sebagai hujah saat terjadi pertentangan.

