Page 35 - Sejarah Kelas X
P. 35

Sutasoma sebagai legitimasi kekuasaan yang membenarkan   Semboyan Bhinneka Tunggal Ika kemudian dimasukkan
                  penaklukan kerajaan lainnya dengan politik pemersatu  ke dalam Garuda Pancasila. Lambang negara dirancang
                  berupa semboyan Bhinneka Tunggal Ika.             oleh Sultan Hamid II atau Syarif Abdul Hamid Alkadrie dan
                     Beberapa abad kemudian, frasa Bhinneka Tunggal Ika  diumumkan ke publik pada tanggal 15 Febuari 1950. Pada
                  dimuat dalam tulisan berjudul Verspreide Geschriften yang  masa awal kemerdekaan, semboyan Bhinneka Tunggal
                  ditulis ahli bahasa Belanda bernama Johan Hendrik Casper  Ika dianggap mewakili pandangan Negara Indonesia dan
                  Kern. Tulisan Hendrik Kern tersebut dibaca oleh Mohammad  dapat memperteguh kedaulatan bangsa. Selain itu, juga
                  Yamin sekitar tujuh abad setelah Kitab Kakawin Sutasoma  menyatukan masyarakat Indonesia yang berbeda­beda
                  dibuat. Kemudian, Mohammad Yamin membawa frasa  menjadi satu kedaulatan hingga saat ini.
                  tersebut pada sidang BPUPK pertama (29 Mei–1 Juni 1945).
                  Mohammad Yamin menyebut frasa Bhinneka Tunggal Ika, lalu   Setelah membaca artikel di atas, bentuklah kelompok
                  I Gusti Bagus Sugriwa meneruskan frasa tersebut dengan Tan  dengan anggota 3–5 orang. Kemudian, carilah artikel
                  Hana Dharma Mangrwa yang berarti tidak ada kerancuan  lain yang merupakan contoh cara berpikir sejarah secara
                  dalam kebenaran.                                  diakronis. Buatlah penjelasan atau kesimpulan dari artikel
                                                                    tersebut dan kumpulkan hasilnya kepada guru.



                      Artikel pada tugas di atas menggambarkan bagaimana latar belakang
                  Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara yang sudah ada sejak
                  abad  ke­14  atau 700  tahun yang lalu. Coba  kalian perhatikan  dengan
                  saksama, dalam uraian di atas, pembahasannya memanjang dalam waktu,
                  yaitu  dari  abad ke­14  hingga keberadaannya  yang masih eksis  hingga
                  saat ini sehingga penjelasan mengenai latar belakang peristiwa, jalannya
                  peristiwa, dan akhir peristiwa tidak  terlalu  mendalam pembahasannya.
                  Konsep berpikir yang digunakan dalam memaparkan  peristiwa seperti
                  paparan di atas menggunakan konsep berpikir diakronis.

                  2.  Cara Berpikir Sinkronis

                  Selain berpikir diakronis, peristiwa sejarah yang sama dapat direkonstruksi
                  dengan berpikir sinkronis. Sinkronis artinya segala sesuatu yang
                  bersangkutan dengan  peristiwa yang terjadi  di suatu  masa atau ruang,
                  tetapi  terbatas dalam  waktu.  Jadi, meluas  dalam  ruang, tetapi  terbatas
                  dalam waktu. Istilah sinkronis berakar dari bahasa Yunani, syn yang artinya
                  dengan dan chronoss yang artinya waktu. Sinkronis
                  mempunyai  arti  meluas di  dalam ruang,  tetapi
                  memiliki batasan di dalam waktu. Biasanya, metode
                  sinkronis ini selalu digunakan terhadap ilmu­ilmu
                  sosial. Singkatnya, jika diakronis memanjang,
                  sinkronis melebar atau meluas.
                      Metode sinkronis  ini  lebih menekankan ke­
                  pada  struktur yang artinya meluas  dalam  ruang.
                  Sinkronis juga dapat menganalisis suatu hal pada
                  saat  tertentu.  Jadi, sinkronis tidak  berusaha un­
                  tuk  dapat menarik kesimpulan mengenai suatu
                  perkembangan kejadian atau peristiwa yang ber­
                  pengaruh pada saat ini, tetapi hanya untuk meng­  Sumber: https://bit.ly/3FDfXE5
                  analisis kondisi saat itu.                      Gambar 1.25 Demonstrasi tahun 1998





                                                                                        Bab I  Mengenal Sejarah   21
   30   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40