Page 12 - Bab 4_Masalah Lingkungan_Neat
P. 12

42



                        persekitaran  alami  dan  memaksa  spesies  untuk  beradaptasi  atau  menghadapi
                        kepunahan.
                               Adapun  dampak  kehilangan  keanekaragaman  hayati:  pertama,  terjadi
                        gangguan rantai makanan: kehilangan spesies di berbagai tingkatan trofik dapat
                        merusak rantai makanan, mengganggu keseimbangan ekosistem. Kedua, hilangnya
                        layanan ekosistem: Keanekaragaman hayati mendukung layanan ekosistem seperti
                        polinasi tanaman, pengendalian hama alami, dan penyediaan sumber daya genetik
                        yang penting. Ketiga, risiko penyakit: kehilangan keanekaragaman hayati dapat
                        meningkatkan risiko penyebaran penyakit karena resistensi terhadap patogen dapat
                        menurun.  Keempat,  upaya  pelestarian  keanekaragaman  hayati:  pembentukan
                        kawasan  konservasi:  mendirikan kawasan  konservasi  dan  taman  nasional  untuk
                        melindungi habitat alami dan menyediakan tempat perlindungan bagi spesies yang
                        terancam punah. Kelima, pertanian berkelanjutan: mengadopsi praktik pertanian
                        berkelanjutan  untuk  meminimalkan  pengaruh  negatif  terhadap  lingkungan  dan
                        mempertahankan keanekaragaman hayati di lahan pertanian. Keenam, pendidikan
                        dan  kesadaran  masyarakat:  meningkatkan  kesadaran  masyarakat  tentang
                        pentingnya keanekaragaman hayati melalui pendidikan dan kampanye informasi.
                        Ketujuh, penelitian dan konservasi In Situ dan Ex Situ: melakukan penelitian lebih
                        lanjut untuk pemahaman yang lebih baik tentang spesies yang terancam punah dan
                        menerapkan strategi konservasi in situ dan ex situ. Melalui upaya bersama dan
                        kesadaran global, kita dapat melindungi keanekaragaman hayati yang masih tersisa,
                        memulihkan  ekosistem  yang  terganggu,  dan  memastikan  bahwa  warisan  alam
                        berharga ini dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

                        4. Masalah Lingkungan Secara Lokal (Kota Ternate)

                               Pulau  Ternate  merupakan  wilayah  administratif  dari  pemerintahan  Kota
                        Ternate  yang  terdiri  dari  empat  kecamatan  yaitu  Kecamatan  Pulau  Ternate,
                        Kecamatan  Ternate  Utara,  Kecamatan  Ternate  Selatan  dan  Kecamatan  Ternate
                        Kota. Pulau Ternate memiliki luas wilayah daratan sebesar 10.099,88 ha (RT/RW
                        Kota Ternate Tahun 2010-2030). Pulau Ternate merupakan kategori pulau kecil
                        yang secara adminisratsi terletak di Provinsi Maluku Utara. Jumah penduduk di
                        Pulau Ternate adalah 205.870 jiwa (BPS Kota Ternate, 2022).
                               Secara geografis Pulau Ternate terletak pada posisi 0.78963 Lintang Utara
                        dan 127.37730 Bujur Timur. Kondisi topografi lahan Pulau Ternate adalah berbukit
                        bukit dengan sebuah gunung berapi  (Gunung Gamalama)  yang  masih aktif dan
                        terletak ditengah pulau ini. Permukiman masyarakat secara intensif berkembang di
                        sepanjang garis pantai kepulauan. Ternate memiliki kelerengan fisik terbesar diatas
                        40% yang mengerucut kearah puncak gunung Gamalama terletak tengah pulau.
                        Daerah pesisir rerata kemiringan adalah sekitar 2% sampai 8%. Di Pulau Ternate
                        dapat juga ditemukan tiga jenis ekosistem utama pesisir yaitu ekosistem terumbu
                        karang,  ekosistem  lamun  dan  ekosistem  mangrove.  Secara  umum  masalah
                        lingkungan  yang  terjadi  di  Pulau  Ternate  antara  lain  eksploitasi  mangrove,
                        kurangnya infrastruktur pengelolaan sampah, penambangan galian C.

                        a.  Kerusakan Hutan Mangrove Pulau Ternate
                               Ekstraksi data dan informasi perubahan tutupan mangrove di Pulau Ternate
                        dilaksanakan  di  daerah  yang  memiliki  kawasan  hutan  mangrove.  Monitoring
                        perubahan  tutupan  mangrove  selama  kurun  waktu  20  tahun.  Perubahan  lahan
                        dilakukan pada tiga lokasi yaitu Kelurahan Mangga Dua, Kelurahan Gambesi dan
                        Kelurahan  Rua  (Gambar  4).  Perubahan  luas  tutupan  hutan  mangrove  di  Pulau
                        Ternate  berdasarkan  lokasi  eksisting  mangrove  yang  di  sampling  menunjukkan
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17