Page 13 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
P. 13
menghempasku, membuka lembaran demi lembar tubuhku.
Di sampingku juga tertidur sahabat setia yang biasa
memberikanku tato tubuh dengan kalimat-kalimat sastra
atau dengan lukisan kata kegalauan dari tuannya, tuannya
adalah tuanku juga.
Sudah lebih dari sebulan ini tubuhku tak tersentuh
sedikitpun oleh sang tuanku, padahal biasanya tak
seharipun terlewati kecuali tubuhku pasti terjamah olehnya.
Jujur aku memang merindukan saat-saat dimana aku
bercinta dengannya, tertawa bersamanya, atau bercerita
tentang hari-hari yang ia lalui, atau keluhan-keluhan tentang
cinta, atau saling berfikir mengenai suatu topik, atau
menuangkan gagasan kreatif dunia, atau juga berpuisi ria.
Aku jadi ingin menangis merasakan kondisi diriku saat ini.
Apakah aku sudah termakan oleh ganasnya waktu dan
tergilas perubahan zaman? Ataukah hadirku yang telah
tergantikan oleh sosok lain yang lebih cantik dan menarik?
Sejatinya memang tak ada hak bagiku untuk
mengeluhkan hal ini, atau sebenarnya tiadalah suatu hal
yang perlu dikeluhkan, sesungguhnya keluhan hanyalah
akan membawa diriku dalam kebencian. Tapi, setidaknya
bolehkah aku menyuarakan isi hatiku, rasa yang kini kujalani,
rasa sepi, seolah tak berguna, tak berarti, lalu untuk apa aku
ini ada? Oh Tuhan, tanpa ku sadar ataupun sebenarnya
“Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ
13

