Page 99 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 99
"Tidak ia tahu Kakek meninggal?"
"Sudah. Dan ia meninggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat Kakek tujuh lapis."
"Dan sekarang," tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh
perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikit pun bertanggung jawab, "dan sekarang kemana
dia?"
"Kerja."
"Kerja?" tanyaku mengulangi hampa.
"Ya, dia pergi kerja."
Sang Guru Juki
Juki bukan tentera. Dia guru. Sebenarnya dia tidak perlu ikut-ikut menyingkir ke
pedalaman pada masa perang itu. Ikut tidaknya dia, tidaklah akan menentukan
menang-kalah mereka yang berperang. Kalau dia merasa perlu juga ikut, alasannya
cuma satu: agar tidak disangka mengkhianati teman-teman yang berjuang menegakkan
kebenaran. Juga menurutnya, semua orang harus meninggalkan kota agar musuh tahu
bahwa rakyat tidak menyukainya. Kalau itu tidak mungkin, semua orang terpelajar
yang harus menyingkir. Aku pikir taktik itu benar juga. Maka istrinya, Rosni, dengan
dua anaknya yang masih kecil ditinggalkan pada mertuanya di kota. Karena perempuan
tidak perlu ikut perang. Apalagi membawa anak-anak yang masih bayi. Mereka akan
jadi beban perang saja, katanya memberi alasan pada istrinya.
"Perang ini tidak akan lama. Hanya tiga bulan. Paling lama enam bulan. Musuh tidak
akan mampu berperang lama-lama." dia menambahkan.
Berpisah dengan anak dan isteri di masa perang, untuk masa tiga-empat bulan
pertama, bukanlah masalah berat. Apalagi di desa pengungsian Juki menumpang
tinggal di rumah seorang muridnya. Murid perempuan yang menerimanya dengan
segala rasa bangga dan hormat seorang murid kepada guru. Apalagi kepada guru yang
ikut berjuang. Tapi setelah empat bulan masa berlalu, tanda-tanda perang akan cepat
berakhir tidak terlihat, batinnya pecah berantakan. Dalam sepotong hatinya ada rasa
malu karena dilayani demikian ramah, tanpa perlu memberi apapun. Dalam sepotong
hati sisanya, Sitti, murid yang penuh perhatian mengurus kepentingannya terasa
sebagai seorang wanita. Juki tergoda. Sitti dipeluk dan diciumnya. Mulanya pada pipi.
Lalu seterusnya pada bibir. Dan kemudian mereka kawin. Maka lupalah Juki pada anak
dan istrinya yang di kota.
Ketika Sitti mulai mengandung, desa itu diserbu dan diduduki musuh. Juki yang semula
jadi guru, kemudian ikut-ikut aktif menjadi pejuang, tidak bisa lain selain harus
mengungsi lagi ke pedalaman yang lebih dalam. Karena dia tidak mau ditangkap musuh
yang konon tenteranya suka main tangan sampai popor senapan. Di desa pengungsian
kedua, Juki diajak tinggal di rumah seorang muridnya yang laki-laki. Oncon nama

